Sabtu, 22 Juni 2019

Maramba dan Ata: Hubungan Raja dan Hamba di Desa Patawang – Sumba Timur

Judul
:
Maramba dan Ata: Hubungan Raja dan Hamba di Desa Patawang – Sumba Timur
Penulis
:
David Samiyono
Penerbit
:
Fakultas Teologi Press Salatiga
Tahun Cetak
:
2009
Halaman
:
100
ISBN
:
979-927-893-2
Harga
:
Rp.
Status
:
Kosong


Masyarakat Sumba mengakui bahwa asal-usul munculnya ata (hamba) di Sumba dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu mitos dan sejarah.  Dari sudut mitos, diketahui bahwa kedatangan leluhur orang Sumba, yaitu Marapu ke Pulau Sumba disertai dengan para hamba.  Sedangkan dilihat dari sudut sejarah, ketika ada peperangan, orang yang kalah perang yang dijadikan sebagai hamba.  Sampai aat ini hubungan maramba dan ata masih tetap dipertahankan karena beberapa faktor, yaitu kemiskinan dan kebodohan yang dialami oleh para hamba yang diakibatkan karena kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat.  Selain itu, juga diakibatkan karena ruang gerak para hamba yang sangat dibatasi sehingga tidak ada kontak dengan masyarkat lain, dan juga karena adanya kepercayaan orang Sumba bahwa maramba adalah turunan dewa, sehingga para hamba harus tetap taat dan setia kepada mereka, serta karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi para maramba, yaitu agar tetap menjaga tradisi leluhur mereka, dan agar tetap mempertahankan harkat, martabat dak kedudukan mereka sebagai maramba dalam masyarakat.

Boso Mu’a Mba Busa: Pantangan Memakan Daging Anjing dalam Marga Nggebu di Rote Ndao NTT

Judul
:
Boso Mu’a Mba Busa: Pantangan Memakan Daging Anjing dalam Marga Nggebu di Rote Ndao NTT
Penulis
:
Welsly Mawuntu Fangidae & David Samiyono
Penerbit
:
Fakultas Teologi Press – Salatiga
Tahun Cetak
:
2009
Halaman
:
120
ISBN
:
979-927-842-2
Harga
:
Rp.
Status
:
Kosong


Kebudayaan selalu memberi arti tersendiri dari masyarakat pemeluknya,  sehingga budaya mampu dipertahankan turun temurun dari generasi ke generasi. Kebudayaan bukan secara otomatis terjadi, akan tetapi berdasarkan sebuah proses, sama halnya dengan tradisi boso mua mba busa pada marga Nggebu di kabupaten Rote Ndao . Tradisi boso mua mba busa merupakan sebuah tradisi dalam bahasa Rote yang berarti pantangan memakan daging anjing. Tradisi ini berawal dari sebuah kisah.  Dimana nenek moyang marga Nggebu yang bernama Benderina Doro Kona, terkena penyakit borok dan sulit di sembuhkan. Kejadian ini di tahun 1928, dan karena sulit di sembuhkan maka,  datanglah seekor anjing dan menjilat seluruh tubuh dari Benderina, hingga ia sembuh. Ketika sadar bahwa ia telah di sembuhkan oleh seekor anjing, maka Benderina bersumpah bahwa turunannya sampai kapanpun dan dimanapun tidak boleh memakan daging anjing, dan melanggar darah dari anjing yang disembelih. Jika ada keturunannya yang melanggarnya maka akan terkena sanksi yaitu penyakit borok, gila, buta, lumpuh dan tuli.

Marga Nggebu merupakan salah satu keturunan dari Benderina,  dan hingga saat ini marga Nggebu masih mentaati tradisi tersebut selama kurang lebih sudah 13 turunan.  Ketaatan dari marga Nggebu terhadap tradisi boso mua mba busa terus di lakukan, sekalipun mereka telah Kristen,  akan tetapi bagi marga Nggebu, antara budaya dan agama tidak menjadi masalah, sebab mereka tetap melaksanakan keduanya secara bersamaan tanpa mengabaikan unsur-unsur utamanya. 

Sikap marga Nggebu, terhadap boso mua mba busa yaitu dengan tetap mempertahankan tradisi tersebut, secara ilmiah di golongkan dalam dua tipe yaitu Totemisme, yang menurut Levi-strauss tradisi boso mua mba busa bias di golongkan dalam Totemisme individual. Dan Pritchard Totemisme merupakan, agama Primitif dengan sifat objektifitas, yaitu mewarisi dari generasi ke generasi, dan Taboo (u) yang menurut Fraser, bahwa tabu perbuatan adalah perbuatan untuk tidak memakan jenis makanan tertentu, dan tradisi boso mu’a mba busa merupakan bagian dari objek tabu tidak langsung, yaitu dengan konsekuensi melindungi diri dari bahaya yang muncul akibat memakan makanan tertentu.


Kajian Tindak Partisipatif Proses Modifikasi Tradisi Melahirkan Atoni Meto untuk Meningkatkan Kesehatan Maternal dan Bayi di Desa Binaus, Kec. Mollo Tengah, Kab. Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur

Judul
:
Kajian Tindak Partisipatif Proses Modifikasi Tradisi Melahirkan Atoni Meto untuk Meningkatkan Kesehatan Maternal dan Bayi di Desa Binaus, Kec. Mollo Tengah, Kab. Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur
Penulis
:
Ferry Freddy Karwur, dkk
Penerbit
:
Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI
Tahun Cetak
:
2012
Halaman
:
113
ISBN
:
978-602-235-247-1
Harga
:
NFS
Status
:
Kosong


Atoni Meto merupakan sebutan bagi masyarakat Timor yang mendiami Pulau Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur. Masyarakat ini memiliki tradisi melahirkan dan perawatan post-partum hingga 40 hari di rumah bulat, yakni rumah tradisional orang Timor sebagai pusat kegiatan keluarga inti orang Timor. Di dalam rumah bulat ini, ibu dan bayinya akan menjalani perawatan intra dan post-partum selama 40 hari dengan berbagai aturan yang dari segi kesehatan dapat memberikan dampak buruk bagi ibu dan bayi.  Perawatan intra partum dimaksud yaitu penggunaan pisau/silet yang belum disterilkan untuk memotong tali pusat. Perawatan post partum meliputi mengompres tubuh ibu dengan menggunakan air mendidih yang mendorong terjadi vasodilatasi, serta terkadang berakibat pelukaan kulit. Kelembaban yang tinggi karena proses pengompresan yang dilakukan di dalam rumah bulat dan kegiatan memandikan ibu menyebabkan lantai rumah bulat becek. Tingginya kadar asap dan gas bakaran dapat mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang dibutuhkan tubuh, serta adanya keyakinan kultural bahwa ASI pertama yang mengandung kolostrum sudah terkena angin dan basi sehingga dalam prakteknya diperas dan dibuang.

Penelitian ini dilakukan sebagai tindak-lanjut dari serangkaian penelitian kami terdahulu yang mengidentifikasi sejumlah permasalahan kesehatan yang terkait tradisi melahirkan di rumah bulat dan berusaha menemukan solusi dalam aspek tertentu modifikasi praktek perawatan intra dan post-partum di rumah bulat. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan proses modifikasi tradisi melahirkan Atoni Meto yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi di Desa Binaus, Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan tujuan khusus sebagai berikut:

  1. Melakukan persiapan sosial (membangun relasi dengan pemimpin formal dan informal, memperbaiki data dasar).
  2. Membentuk tim peneliti partisipatif partisipatif.
  3. Mengidentifikasi tradisi melahirkan Atoni Meto di Desa Binaus.
  4. Mengidentifikasi perawatan ibu maternal.
  5. Melakukan intervensi individual dan kelompok.

Membangun Masyarakat Harmonis: Belajar dari Integrasi Sosial Pribumi dan Pendatang di Komunitas Kampung Solor – Kupang

Judul
:
Membangun Masyarakat Harmonis: Belajar dari Integrasi Sosial Pribumi dan Pendatang di Komunitas Kampung Solor – Kupang
Penulis
:
Irene Ludji Mar & Mariska Lauterboom Mats
Penerbit
:
Fakultas Teologi UKSW
Tahun Cetak
:
2014
Halaman
:
58
ISBN
:
978-602-9182-29-3
Harga
:
NFS
Status
:
Kosong


Buku Ajar ini disusun berdasarkan nilai-nilai dalam interaksi dan integrasi sosial yang terjalin di antara warga masyarakat yang berdiam di Kampung Solor, baik sebagai pribumi maupun sebagai pendatang. Integrasi yang terjalin di dalam komunitas masyarakat inilah yang dapat dijadikan sebagai model harmoni sosial di tengah kemajemukan bangsa Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang adalah semboyan bangsa Indonesia benar-benar telah terwujud dalam relasi sosial yang terjalin di Kampung Solor.

Kesenian Caci Nusa Tenggara Timur

Judul
:
Kesenian Caci Nusa Tenggara Timur
Penulis
:
Prof. Dr. I Made Suastika, S. U, dkk
Penerbit
:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun Cetak
:
2012
Halaman
:
22
ISBN
:
978-602-7961-00-5
Harga
:
NFS
Status
:
Kosong



Caci merupakan kesenian tradisional masyarakat Manggarai. Secara harfiah, caci berarti satu lawan satu, saling memukul dan menangkis. Permainan ini dilakukan oleh dua kubu. Kubu bukan dimaknai sebagai lawan, melainkan teman bertanding. Ini dikarenakan esensi caci adalah menguatkan semangat kekeluargaan. Permainan caci menjadi wujud ungkapan syukur masyarakat Manggarai. Biasanya digelar di depan rumah adat dan menjadi bagian dalam upacara seperti perkawinan, pentahbisan imam, penyambutan tamu kehormatan, atau peringatan hari kemerdekaan. Untuk menggelar permainan caci, masyarakat melakukan beberapa ritual diantaranya penti yang dilakukan di sawah dan mata air yang ada di desa tersebut. Permainan ini dilakukan dihalaman terbuka (Natas) karena jumlahnya puluhan ditambah penonton. Di sela permainan, para tua adat baik laki atau perempuan menari (danding) dan bernyanyi (mbata) dengan membentuk lingkaran. Instrumen yang digunakan untuk mengiringi permainan adalah nggong/gong dan tambur tembong/gendang. Peralatan yang digunakan oleh pemain caci antara lain nggiling/perisai (memiliki makna sebagai batas dunia), agang (digunakan untuk menangkis), larik/cemeti/cambuk (diibaratkan sebagai halilintar atau kilat). Kelengkapan kostum yang digunakan diantaranya panggal (sebagai pelindung kepala), nggorong/giring-giring (fungsinya menambah kegagahan pemain), lipa songke/kain songke (dipakai hanya sebatas lutut), tubi rapa (sebagai pelindung wajah), selendang yang diikat dipinggang, ndeki (sebagai pelindung punggung). Nilai yang terkandung dari kesenian caci diantaranya nilai ketuhanan, kebersamaan, disiplin, kelembutan, dll. 

Reo Sebagai Pusat Perdagangan di Flores Barat

Judul
:
Reo Sebagai Pusat Perdagangan di Flores Barat
Penulis
:
I Made Sumarja, I Made Purna, Kadek Dwikayana & Dwi Bambang Santosa
Penerbit
:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun Cetak
:
2018
Halaman
:
163
ISBN
:
978-602-356-221-3
Harga
:
NFS
Status
:
Kosong


Opini umum mengatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yaitu kumpulan pulau-pulau yang dipisahkan oleh laut. Pelabuhan mempunyai peran penting bagi Indonesia karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia. Pelabuhan merupakan salah satu rantai perdagangan yang sangat penting dari seluruh proses perdagangan, baik itu perdagangan antar pulau maupun internasional. Ada catatan yang menyebutkan bahwa ada pelayaran dari Kerajaan Bima berlabuh di Reo Kedindi tanggal 11 Maret 1845. Demikian juga masuknya misionaris ke wilayah Manggarai untuk penyebaran agama juga melalui pelabuhan di Reo. Selain sebagai tempat untuk berlabuhnya pasukan perang, Pelabuhan Reo juga sudah sejak lama digunakan untuk kegiatan perdagangan baik oleh masyarakat Manggarai dan sekitarnya maupun para pedagang antar pulau. Pada saat ini, Reo merupakan kota pelabuhan yang memiliki peluang untuk mengoptimalkan hasil laut, dan menjadi pintu masuk barang-barang dari luar yang hidup dari pertanian, terutama tanaman bawang merah sehingga berpeluang untuk diedukasi dalam teknik bertani maupun diversifikasi tanaman.

Pemberdayaan Organisasi Penghayat Kepercayaan Uis Neno Ma Uis Pah di Desa Boti Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Judul
:
Pemberdayaan Organisasi Penghayat Kepercayaan Uis Neno Ma Uis Pah di Desa Boti Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Penulis
:
I Made Suarsana, I Made Sumerta & Yufiza
Penerbit
:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun Cetak
:
2018
Halaman
:
70
ISBN
:
978-602-356-223-7
Harga
:
NFS
Status
:
Kosong


Wujud kepercayaan yang berkembang pada masyarakat suku Boti adalah berwujud kepercayaan yang disebut Halaika, mereka percaya kepada dua penguasa alam yaitu Uis Neno Ma Uis Pah (Dewa Langit dan Dewa Bumi). Pemberdayaan organisasi penghayat kepercayaan Uis Neno Ma Uis Pah di desa Boti diberdayakan dengan Pemberdayaan organisasi, program, dan SDM. Pada pemberdayaan organisasi dimaksudkan agar organisasi tersebut dapat menjalankan roda organisasi dan kegiatannya dengan baik dan lancar. Pada pembedayaan program, pada organisasi penghayat kepercayaan ini dimaksudkan agar program-program yang sudah ada bisa ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya agar bisa membawa kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan bagi warganya. Adapun program kegiatan yang ada pada organisasi penghayat kepercayaan  Uis Neno Ma Uis Pah adalah program peningkatan usaha menenun dan kerajinan/cenderamata, peningkatan usaha pertanian dan perladangan, peningkatan usaha peternakan, pembinaan mental spiritual kepada warga penghayat dan generasi muda penghayat serta wanita penghayat, serta pembinaan keluarga bahagia dan sejahtera. Selain itu ada pula pemberdayaan SDM yang dimaksudkan agar warga penghayat kepercayaan menjadi warga yang percaya diri dan tidak minder sebagai seorang warga penghayat yang sudah memiliki tuntunan dan ajaran kemuliaan dan sebagainya.


Bugis dan Bajo di Labuhan Bajo Manggarai Barat Perspektif Sejarah dan Budaya

Judul
:
Bugis dan Bajo di Labuhan Bajo Manggarai Barat Perspektif Sejarah dan Budaya
Penulis
:
I Putu Kamasan Sanjaya, I Wayan Rupa & Made Ayu Diah Indira Virgiastuti Tangkas
Penerbit
:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun Cetak
:
2018
Halaman
:
118
ISBN
:
978-602-356-212-1
Harga
:
NFS
Status
:
Kosong


Suku Bugis dan Bajo merupakan suku laut dan orang laut yang sangat luar biasa, mereka mampu mengarungi lautan Nusantara bahkan sampai ke luar negeri. Hal ini didorong oleh jiwa bahari mereka dan budaya passompe (budaya niaga)yang telah mendorong mereka menyebar khususnya pada wilayah pelabuhan laut yang menajdi pusat perdagangan pada masa lalu. Mereka  terdesentralisasi pada wiayah pelabuhan sebagai pusat perdagangan, dan yang menjadi pusatnya adalah wilayah pelabuhanyang lebih besar. Selain itu faktor pendorong yang lain adalah adanya alat transportasi yang memadai dari suku Bugis dan Bajo pada masa itu adalah perahu-perahu yang disebut soppe, lepa-lepa, lambo, bago, padewakang, dan pinisi. Selain itu adanya komunikasi dalam bentuk budaya (bahasa, teknologi, agama serta lainnya) yang membuat suku ini eksis diberbagai tempat. Sebagai faktor penarik dari Labuhan Bajo bagi suku Bugis dan Bajo adalah adanya berbagai komoditi unggulan. Sekalipun ia adalah suku pendatang di Labuhan Bajo, tetapi mereka sangat eksis berjuang dan mempertahankan identitas mereka. Integritas yang dibangun secara positif oleh suku Bugis dan Bajo telah memberi sebuah pengakuan pluralisme budaya yang menumbuhkan kepedulian suku-suku lainnya untuk mengupayakan agar kelompok minoritas terintegrasi kedalam suatu kehidupan masyarakat. Dengan demikian akan berkembang rasa memiliki dan komitmen kepada kehidupan masyarakat di lingkungannya.


Rabu, 19 Juni 2019

Kupang Punya Cerita, Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu

Judul
:
Kupang Punya Cerita, Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu
Editor
:
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Penerbit
:
Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana
Tahun Cetak
:
2017
Halaman
:
369
ISBN
:
978-602-9182-41-5
Harga
:
Rp. 120.000
Status
:
Kosong


Deskripsi perjumpaan orang-orang Kupang tempo doeloe dengan orang-orang Eropa, secara khusus orang Belanda merupakan isi dari buku yang sedang ada di tangan bapak dan ibu. Perjumpaan dua bangsa ini tidak hanya sekedar mengakibatkan terjadinya pertukaran ekonomi, kebudayaan dan peradaban. Yang menjadi fokus dari buku ini ialah lahir dan bertumbuhnya gereja dan agama Kristen di Kupang dan daerah-daerah sekitarnya.

Bagi pembaca yang menaruh minat menelusuri jejak awal penanaman, pertumbuhna dan perkembangan gereja di Kupang dan kampung-kampung tetangga, seperti Babau, Amarasi, Pulau Semau, buku ini adalah salah satu sumber yang patut diperhitungkan.

Buku ini merupakan kompilasi dari sejumlah tulisan para misionaris Belanda yang bekerja di Kupang tahun 1889-1926 atau tulisan pejabat pemerintah Belanda yang pernah melakukan penelitian etnografi di Timor dalam rentang waktu tadi. Sejumlah besar tulisan itu aslinya dimuat di majalah zending de Timor-Bode edisi 1916-1926. Penerjemah tulisan-tulisan ini dari bahasa Belanda adalah Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo.

Geser Dikit Halaman Hatimu

Judul
:
Geser Dikit Halaman Hatimu
Penulis
:
Bara Pattyradja
Penerbit
:
Huruf
Tahun Cetak
:
2019
Halaman
:
87
ISBN
:
978-602-74995-8-4
Harga
:
Rp.
Status
:
Kosong


Jomblo

sudah lama sekali aku jomblo, rumi
rasanya gimana gitu
ingin punya kekasiht
tapi takut jatuh cinta
mau kencan tapi tidak punya pacar

di masa-masa galau ini, rumi
bunga bank lebih mekar
ketimbang bunga rindu
uang kertas lebih laku
ketimbang hati emas

jadi masih adakah
kekasih sejati itu, rumi
yang jiwa cintanya
terus bertahta
meski jantung hilang denyut
di tubuhnya

sudah lama sekali
aku jomblo, rumi
sakitnya itu saat malam minggu
duduk sendiri di taman bangku
menulis sejak-sajak indah
entah untuk siapa

jika jomblo
adalah memanggil jodoh
datang ke dalam diri
sudah lama sekali
aku merried, rumi
seperti engkau pada-Nya
  
-Bara Pattyradja

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...