Sabtu, 28 Januari 2017

Binaus, Wajah Pedesaan Timor di Abad XXI

Judul
:
Binaus, Wajah Pedesaan Timor di Abad XXI
Editor
:
Yulius Y. Ranimpi
Penerbit
:
Satya Wacana University Press
Tahun Cetak
:
2016
Halaman
:
253
ISBN
:
978-602-1047-58-3
Sumber
:
Download
:


Binaus adalah desa di wilayah Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang sudah lama saya dengar, terutama via teman-teman peneliti di Pusat Studi Kawasan Indonesia Timur (PSKTI) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Perkenalan model dengar-dengaran itu lebih intens lagi ketika desa ini dijadikan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW sebagai salah satu laboratorium untuk kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat. Dan ditambah dengan kisah yang menarik dari teman-teman yang pernah ke sana, terutama mengenai indah dan eksotiknya salah satu dusun di sana, yaitu dusun III, membuat saya semakin penasaran untuk juga memiliki pengalaman yang sama dengan mereka. Akhirnya waktu itupun tiba. Di awal tahun 2015, saya menjejakkan kaki di Desa Binaus. 

Desa ini berjarak lebih kurang 10 km dari So’e, Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Didukung tersedianya moda transportasi, seperti ojek dan angkutan kota membuat Desa Binaus mudah untuk dicapai. Desa Binaus, layaknya desa lain di daratan Timor - NTT, memiliki fisiografi yang berbukit dan bergunung. Indah, sepertinya tidak cukup untuk menggambarkan kualitas pemandangan alam di sana. Belum lagi orang-orangnya. Ramah dan murah senyum. Semua itu cukup untuk menjadi alasan supaya tinggal di sana dalam waktu yang lama.

Namun, di balik semua itu, sebagai Ibu Kota Kecamatan Mollo Tengah, Desa Binaus menyimpan banyak keterbatasan dalam hal pembangunan. Sebagai bagian dari Kecamatan yang baru otonom di tahun 2007 (sebelumnya menjadi bagian dari Kecamatan Mollo Selatan), keterbatasan tersebut terlihat dari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, misalnya dalam aspek kesehatan. Persoalan tersebut semakin kompleks mengingat paradigma pembangunan di negeri ini, umumnya adalah generalisasi. Satu pendekatan untuk berbagai konteks, yang bergerak dari pusat ke daerah. Keberagaman dan kekhasan lokal kurang mendapat tempat untuk menjadi konsideran. Dan di sinilah persoalannya ketika pendekatan umum tadi bertemu dan bersentuhan dengan nilai dan keyakinan lokal. Tidak menutup kemungkinan konflik dapat lahir dari situ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...