Minggu, 09 Februari 2025

RAE SUPRUꓽ Ritual Adat Pemakaman dan Penyerahan Arwah Bey Fransiscus Nai Buti kepada Sang Pencipta

Judul

:

RAE SUPRU Ritual Adat Pemakaman dan Penyerahan Arwah Bey Fransiscus Nai Buti kepada Sang Pencipta

Penulis

:

Djoese S. Martins Nai Buti

Penerbit

:

CV. Bintang Semesta Media

Tahun Cetak

:

2024

Halaman

:

132

ISBN

:

978-623—190-754-7

Harga

:

Rp.

Status

:

Ada

 

Keberadaan suku kemak Dirubati di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur berawal dari pengungsian Raja Kemak Dirubati Dom Fransisco Xavier de Martins Nai Leto dari Hatulia wilayah Timor Portugis pada tahun 1911. Setelah menetap di Kabupaten Belu suku kemak Dirubati tetap mempertahankan lembaga adat, bahasa dan kebudayaannya.

Salah satu budaya yang terus dilestarikan adalah budaya terkait pemakaman. Suku kemak Dirubati mengelompokkan proses pemakaman ke dalam tiga kategori yaitu Tana Mate, Rae Supru dan Matekio. Tana Mate merupakan ritual pemakaman jenasah, sedangkan Rae Supru merupakan ritual adat penyerahan arwah seseorang atau beberapa orang yang meninggal kepada Sang Pencipta dan dilaksanakan pada peringatan 40 hari atau waktu yang disepakati secara adat. Matekio merupakan ritual adat terbesar untuk penyerahan arwah seluruh anggota keluarga dari suatu suku rumah yang telah meninggal  kepada Sang Pencipta  dalam kurun waktu tertentu. Ritual Matekio yang dilaksanakan suku rumah Bey Leto pada tahun 2003 telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2016.

Ritual adat Rae Supru merupakan lanjutan dari ritual adat Tana Mate sehingga  tahapan ritual adat Rae Supru dimulai dari tahapan ritual Tana Mate yang terdiri dari 25 tahapan. Terdapat beberapa ritual yang unik yaitu pemberitahuan awal kematian raja melalui ritual penabuhan gong pusaka (Para Ko Luli), perjamuan terakhir bersama mendiang (Tane Susu), penyampaian upeti dari kepala suku dan rakyat (Gara Ho Pat Pae Ai No Bia),  dan penyimpanan arwah (Lape Mate). Setelah seluruh tahapan ritual adat Tana Mate dilanjutkan dengan tahapan ritual Rae Supru yang terdiri dari 11 tahapan. Beberapa ritual  yang unik yaitu penurunan arwah (Lui Mate), pemberian kewajiban adat (Ne Hati No Gala), penyerahan arwah kepada Sang Pencipta (Dede Mate), penyembelihan ternak (Ta Brau), penyembelihan ternak babi (Unu Ahi), dan membawa simbol arwah ke tempat pemakaman (Titim Mate).

Ritual Rae Supru  yang diangkat dalam tulisan ini, merupakan Ritual Rae Supru  dari mendiang Bey (Raja) Fransicus Nai Buti pada tahun 2012. Ritual Rae Supru  ini mencakup seluruh tahapan ritual yang melibatkan 94 suku terdiri dari 8 suku rumah Ka’ar No Alir, 42 suku rumah Inama dan 44 suku rumah Maneheu. Ritual adat tersebut menggunakan 4 ekor ternak kerbau, 12 ekor ternak sapi, 20 ekor ternak kambing,  71 ekor ternak babi, 104 lembar kain adat, beras sebanyak 4 ton dan uang sebanyak Rp.125 juta.

Dari seluruh rangkaian ritual Rae Supru tersebut terdapat dua ritual adat yang hanya berlaku bagi raja kemak Dirubati ketika mangkat yaitu pemberitahuan awal berita kematian melalui ritual Para Ko Luli yaitu penabuhan gong pusaka dan penyampaian upeti dari kepala suku dan rakyat yang dikenal dengan ritual Gara Ho Pat Pae Ai No Bia.

 

Kamus Percakapan Sehari-Hari Bahasa Kemak Dirubati

Judul

:

Kamus Percakapan Sehari-Hari Bahasa Kemak Dirubati

Penulis

:

Djoese S. Martins Nai Buti

Penerbit

:

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI

Tahun Cetak

:

2023

Halaman

:

-

ISBN

:

978-623-118-079-7

Harga

:

Rp.

Status

:

Ada

 

Pada awalnya Bahasa Kemak Dirubati digunakan oleh suku Kemak Dirubati yang berada di Kerajaan Dirubati (Deribate) yang terletak di Hatulia Timor Portugis. Pada tahun 1910-1911 Raja Kemak Dirubati Don Franxiskus Xavier De Martins Nai Leto melakukan perlawanan terhadap penjajahan Portugis dan berpindah ke Timor Hollandes (Timor Barat) dan menetap di Kabupaten Belu. Sejak 1911 tersebut seluruh budaya Kemak Dirubati termasuk bahasa terus dilestarikan. Dalam perkembangannya Bahasa Kemak Dirubati digunakan oleh penuturnya yang tersebar di Pulau Timor mulai dari Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Timor Tengah Utara. 

Secara umum Bahasa Kemak di Pulau Timor terdiri dari beberapa bahasa yaitu Dirubati, Atasabe, Leimea, Atabae, Balibo, Sanirin, Kutubaba, Leolima, Leosibe, Hauba, Atara, Obulo, Aiasa, Marobo, dan Kailaku. Setiap bahasa kemak memiliki karakteristik dan dialek tertentu yang membedakan dengan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh bahasa kemak Dirubati untuk kakak laki-laki adalah “Ka’ar”, sedangkan dalam bahasa kemak atabae adalah “Kote”, dalam bahasa kemak Balibo adalah ”Ka’an” dan dalam bahasa kemak Leolima adalah ”Ka’ang”.  

Terdapat beberapa kata dalam bahasa Kemak Dirubati yang memiliki arti lebih dari satu, misalnya kata ”Ditu” memiliki empat arti yaitu melompat, melarikan diri, pergi dan keluar. Selain itu terdapat juga kata dalam bahasa Kemak Dirubati yang akan mengalami perubahan arti jika digabungkan dengan kata lainnya, misalnya kata ”bali”, artinya sebenarnya adalah pencuri, jika digabungkan dengan kata ”sole”, menjadi kalimat ” sole bali” memiliki arti pergi meninggalkan. Selain memiliki arti lebih dari satu dan mengalami perubahan arti, kata dalam bahasa Kemak Dirubati juga mengalami perubahan bentuk untuk kata ganti orang.

Perkembangan jaman telah berdampak pada mulai jarangnya bahasa Kemak Dirubati digunakan dalam percakapan sehari-hari, terutama oleh keluarga yang berada di perkotaan dan keluarga yang terbentuk dari perkawinan berbeda suku. Kondisi ini   akan berdampak pada berkurangnya jumlah penutur dan yang paling dikhawatirkan adalah bahasa Kemak Dirubati terancam punah.

Kamus Percakapan Sehari-hari Bahasa Kemak Dirubati yang disusun ini merupakan bagian dari upaya melestarikan Bahasa Kemak Dirubati dan diharapkan dapat digunakan sebagai muatan lokal dalam kurikulum di Sekolah.

 

Jumat, 31 Januari 2025

The Local Stories and Legends – KODAJA INA AMA GEN’A – Handed Down By The Ancestors From Udak-Lewuka-Lembata

 

Judul

:

The Local Stories and Legends – KODAJA INA AMA GEN’A – Handed Down By The Ancestors From Udak-Lewuka-Lembata

Penulis

:

Bernardus Boli Ujan, SVD

Bahasa

:

Inggris

Penerbit

:

Ledalero

Tahun Cetak

:

2024

Halaman

:

84

ISBN

:

978-623-6724-34-7

Harga

:

Rp.

Status

:

Kosong

 

This collection of local stories, legends and fairy tales is meant to help children read with clear articulation so that they can learn to clearly and exactly understand and master their own local language. It is also expected that by this way they can someday become bilingual or polyglot which can lead them to be more knowledgeable and good in communication. Thus in the middle of globalization and modern life, they learn to love their own local culture and try to live it out and develop it in their daily life which hopefully strongly based and deeply rooted in their embeded local culture while trying to identify their self identity. This collection of local stories, legends and fairy tales is also meant to provide materials as local contents for students at schools, who speak Bahasa Lamaholot in dialect of Udak-Lewuka and the surounding. The parents and the teachers of this region are reminded to be aware of, to respect and to loyally pass on these noble values contained in these local stories, legends and fairy tales for the sake of self identity development of the next generation in achieving a brighter and happier future.


Perempuan Tangguh

Judul

:

Perempuan Tangguh

Penulis

:

Santisima Gama

Penerbit

:

Ledalero

Tahun Cetak

:

2015

Halaman

:

170

ISBN

:

978-602-1161-05-0

Harga

:

Rp.

Status

:

Kosong

 

Melalui perjuangan politik yang rumit dan berbelit-belit, Frans Lebu Raya kemudian menempati posisi terhormat sebagai Gubernur NTT selama 10 tahun (2008-2018). Lucia Adinda Lebu Raya adalah sosok inspiratif dibalik kegemilangan seorang suami. Ia tampil sebagai perempuan yang cerdas, kreatif, enerjik, pekerja keras, mampu mengayomi banyak pihak dan kelompok masyarakat NTT, dari kelas elit hingga orang-orang yang terlupakan dan terpinggirkan. Ia melanglang dari pulau ke pulau, dari kabupaten ke kabupaten, hampir semua kecamatan di NTT telah disinggahinya. Ia mendaki bukit dan turun ke lembah untuk mendekati dan berbicara dengan semua masyarakat dari semua lapisan.

Buku kecil ini merupakan buah karya seorang penulis wanita muda yang tajam menukik menemukan inti sari ketangguhan kaum hawa yang terlukis indah pada sosok Lucia Adinda Nu’a Nurak. Buku yang pantas dibaca oleh banyak orang dari segala kalangan bukan hanya karena bahasanya yang lugas dan tajam tetapi juga karena Santisima mampu melukiskan dengan jelas tentang keteladanan Ibu Lucia yang dapat dijadikan inspirasi dan motivasi bagi kaum muda untuk bangkit berdiri – menatap dan menata masa depan dengan semangat perjuangan yang tak kenal lelah. Buku ini ingin membuktikan bahwa wanita yang berhasil adalah wanita yang tidak hanya sukses mendampingi suami dalam karier dan membangun keluarga sejahtera yang diimpikan semua orang tetapi juga wanita yang telah membatktikan seluruh hidupnya bagi seluruh rakyat Flobamora.


Menjelang Senja di Santiago: Otobiografi Seorang Diplomat

Judul

:

Menjelang Senja di Santiago: Otobiografi Seorang Diplomat

Penulis

:

Dr. Aloysius Lele Madja

Penerbit

:

Ledalero

Tahun Cetak

:

2022

Halaman

:

150

ISBN

:

978-623-6724-21-7

Harga

:

Rp.

Status

:

Kosong

 

Buku ini merupakan sebuah karya yang merefleksikan kembali perjalanan karir dari seorang anak yang dilahirkan dari keluarga sederhana di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga puncak karirnya sebagai Duta Besar di Chile, sebuah negara di Amerika Latin.

Penulis, mengkisahkan dengan runut perjalanan hidupnya. Ia menyadari bahwa pencapaiannya hingga saat ini bukanlah proses linear, karena banyak tantangan dan keterbatasan dalam hidupnya yang justru menarik untuk kita maknai sebagai sebuah pelajaran. Buku ini tidak sedang berpretensi menjadi tulisan ilmiah dalam ilmu hubungan internasional dan diplomasi, tetapi justru penuturan yang penuh cerita akan menjadi hal yang menarik bagi mahasiswa untuk meniti jejaknya jika ingin menjadi seorang diplomat. Membaca buku ini seakan kita dihadapkan dengan seorang pribadi yang patut menjadi panutan bagi para mahasiswa dan generasi mendatang, karena beliau bukan hanya seorang professional yang penuh integritas hingga mencapai puncak karir sebagai duta besar, tetapi juga merupakan pembelajar yang gigih dengan menamatkan doktoralnya di Jerman. Kesuksesan karir dan akademisnya juga diimbangi dengan bekal moral dan spiritual yang mengakar kuat, apalagi beliau adalah lulusan sekolah seminari saat muda. Beliau tetaplah sosok yang sederhana, selalu berusaha untuk mendefinisikan capaian dan pengabdian tertinggi dalam hidup pada sisi kemanusiaan dan kemanfaatan yang nyata bagi masyarakat.

Dengan judul buku yang dipilihnya, penulis tidak sekedar mengajak beromantisme tentang masa lalu, tetapi berusaha menapaki kisah yang akan menginspirasi generasi yang akan datang. Kisah-kisah dalam buku ini membukakan jendela dunia, dan lebih dari itu, deskripsi dan pilihan katanya mampu menghidupkan indra kita untuk masuk ke dalam perjalanan yang nyata. Sebagai sebuah otobiografi, kisanya begitu kaya. Mengenalkan pembaca pada budaya dan kehidupan masyarakat di tempat kelahirannya, hingga menyelami kehidupan profesionalnya sebagai diplomat di berbagai negara.

Membaca tulisan dalam buku ini pembaca benar-benar masuk ke dalam diri penulisnya, merasakan setiap langkah yang pernah dilaluinya. Buku ini tak lain adalah sebuah otobiografi yang menjalankan tugasnya dengan baik. Memberikan perspektif yang lengkap dan mendalam tanpa perlu melebih-lebihkan. Sebuah karya yang hanya datang dari ketulusan hati, dan kejernihan berfikir.


Kamis, 30 Januari 2025

Putra Nusa Bangsa & Wastra NTT Mengenang Sosok Frans Seda

Judul

:

Putra Nusa Bangsa & Wastra NTT Mengenang Sosok Frans Seda

Editor

:

Diana Damayanti

Penerbit

:

Penerbit Buku Kompas

Tahun Cetak

:

2022

Halaman

:

345

ISBN

:

978-623-346-493-2

Harga

:

Rp. 100.000

Status

:

Ada


Berbeda dengan banyak buku Frans Seda, baik yang ditulisnya sendiri atau ditulis oleh orang lain, yang banyak membahas tentang berbagai pemikiran hebatnya dalam bidang politik, ekonomi, dan pendidikan. Buku Putra Nusa Bunga & Wastra NTT: Mengenang Sosok Frans Seda ini lebih menyoroti beliau sebagai sosok/tokoh yang berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Buku ini bercerita tentang perjalanan hidup Frans Seda mulai dari kelahirannya di Lekebai, desa asalnya di Flores, sampai beliau berkiprah di kancah nasional dan internasional. Tak banyak orang yang bisa menyamai prestasi yang telah diraih salah satu putra terbaik Indonesia ini di sepanjang hidupnya. Frans Seda merupakan tokoh dengan banyak peran; antara lain sebagai penasihat lima presiden Republik Indonesia, ahli keuangan, politikus, tokoh agama Katolik, pendiri UNIKA Atma Jaya, pendiri harian Kompas, dan pengusaha.

Walaupun sudah meninggalkan Flores sejak usia belasan tahun, cinta Frans Seda kepada Flores tidak pernah hilang. Karena, dari sinilah, di dalam sebuah keluarga keturunan bangsawan, keluarga Katolik yang berpendidikan; beliau mendapatkan bekal hidup utamanya, yaitu berdisiplin, bekerja keras, peduli kepada sesama, jujur dan selalu berjalan bersama Tuhan.

Pada bab terakhir buku, pembaca diajak untuk menikmati keindahan wastra (kain tradisional Indonesia) dari NTT (Nusa Tenggara Timur) yang merupakan koleksi unggulan milik Ibu Johanna Maria Pattinaja Seda dan merupakan wujud cintanya kepada tanah tempat belahan jiwanya, Frans Seda, dilahirkan.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...