Kamis, 26 Maret 2020

Bung Karno Ata Ende

Judul
:
Bung Karno Ata Ende
Penulis
:
Roso Daras & Egy Massadiah
Penerbit
:
PT. Cahaya Kristal Media Utama (Cakrisma)
Tahun Cetak
:
2013
Halaman
:
267
ISBN
:
978-602-14166-3-1
Harga
:
RP. 100.000
Status
:
Kosong


Ende, sebuah daerah yang tahun 1934 disebut sebagai “ujung dunia” oleh Bung Karno, telah ditakdirkan Tuhan sebagai daerah yang berhak atas sebagian sejarah Bapak Bangsanya. Di Ende, Sukarno melakoni sebagian keresahan hidup dan kehidupannya, sebagai interniran.

Hidup dalam pembuangan selama 4-tahun-9bulan-4-hari, barangkali tergolong sebentar dari seorang Sukarno yang dikaruniai usia 69 tahun. Akan tetapi, dalam bentang waktu yang pendek itu, toh Sukarno tetap melahirkan sejarah. Sejarah lahirnya idiologi, sejarah surat-surat Islam, yang kesemuanya digali dari jiwa resah dan rasa gundah sang pejuang.

Sebagai bagian dari upaya melacak jejak-jejak Bapak Bangsa, sampailah penulis pada momen yang sungguh patut disyukuri. Ringkas kalimat, kami (Roso Daras – Egy Massadiah) dipertemukan Tuhan dalam sebuah kerja bareng yang sarat idealism, yaitu pembuatan film “Ketika Bung di Ende”.

Berkat Ridho Tuhan semata, jika pad akhirnya buku “Bung Karno Ata Ende” (Ata: bahasa Flores = Orang) ini berhasil disusun. Sebagai sebuah karya kreatif, buku ini tentu saja menjadi komplimen pelengkap dari film “Ketika Bung di Ende.”

Pengaruh Kristen terhadap Hukum Adat

Judul
:
Pengaruh Kristen terhadap Hukum Adat
Penulis
:
J. Prins
Penerbit
:
Bhratara Karya Aksara – Jakarta
Tahun Cetak
:
1973
Halaman
:
32
ISBN
:
-
Harga
:
RP. 70.000
Status
:
Ada


Gereja-gereja Protestan Minahasa, Maluku dan Timor mempunyai 700.000 anggota dan anggota baptisan: Gereja Batak: 550.000; Nias kira-kira 130.000 penganut Agama Kristen; di antara orang Toraja terdapat 40.000. Gereja Protestan Jawa Timur beranggotakan 40.000 orang; kelompok-kelompok di Jawa Tengah mencakup jumlah 25.000 orang. Urutan jumlah ini dapat ditambah. Dan di samping itu ada pula perkembangan Gereja Katolik Roma yang dimulai lebih kemudian. Telah ada beberapa puluh ribu anggota di pulau Jawa yang semenjak beberapa waktu sebelum perang dibawah pimpinan seorang Uskup Jawa. Flores adalah sebuah pulau yang terbanyak penduduknya menganut Agama Katolik Roma


Kelompok-Kelompok Setempat dan Garis Keturunan Kembar di Kodi Sumba Barat

Judul
:
Kelompok-Kelompok Setempat dan Garis Keturunan Kembar di Kodi Sumba Barat
Penulis
:
F.A.E. Van Wouden
Penerbit
:
Bhratara Karya Aksara – Jakarta
Tahun Cetak
:
1981
Halaman
:
48
ISBN
:
-
Harga
:
RP. 70.000
Status
:
Kosong


Dalam tahun 1935 saya telah mencoba mempelajari percampuran dan penyebaran yang aneh antara cirri serta bentuk organisasi patrilineal dengan cirri dan bentuk organisasi matrilineal, antara system perkawinan beredar sepihak dalam bentuk perkawinan Pi-Sa-Bu (perkawinan dengan putrid saudara ibu) perkawinan Pi-Sa-Ba (perkawinan dengan putrid saudara bapak)- dengan hubungan perkawinan timbale balik yang pada waktu itu saya sebut tukar-menukar saudara dengan saudari. Ketika itu saya sudah berusaha untuk jangan menganggap percampuran itu sebagai akibat kejadian kebetulan dalam sejarah, atau sebagai gejala perkembangan dari sistem matrilineal ke arah sistem patrilineal, melainkan sebagai ungkapan tipe struktur tertentu dengan sifat bilinealnya sebagai cirri yang khas. Pada waktu itu (1935) minat saya sudah tertarik khusus kepada Kodi sebagai suatu wilayah, dimana sifat bilineal dari sistem kekerabatannnya Nampak paling jelas dalam bahan bacaan. Di samping itu bahan keterangan dari Savu menunjukkan dengan jelas berlakunya dua garis warisan: barang-barang (peninggalan) yang bersifat “pria” melalui garis pria, barang (peninggalan) yang bersifat “wanita” melalui garis wanita. Apa yang saya catat sendiri tentang orang-orang di Kodi menunjuk kea rah adanya klen-klen kelamin. (F.A.E. Van Wouden)

Tuhan tak Berdagang: Perdagangan Orang, Trauma dan Teologi di Nusa Tenggara Timur

Judul
:
Tuhan tak Berdagang: Perdagangan Orang, Trauma dan Teologi di Nusa Tenggara Timur
Editor
:
Karen Campbell-Nelson
Penerbit
:
PT. BPK Gunung Mulia
Tahun Cetak
:
2020
Halaman
:
245
ISBN
:
978-602-231-708-1
Harga
:
RP. 65.000
Status
:
Ada


Human trafficking atau perdagangan manusia masih menjadi masalah besar yang harus segera ditangani pemerintah dan harus diperhatikan secara serius oleh gereja setempat. Betapa memperihatinkan, jumlah korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) meninggal dunia yang dikirim pulang ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selama periode 2014-Agustus 2019 melalui kargo Bandara El Tari Kupang tercatat 354 orang. Jumlah ini adalah jumlah yang berhasil dipulangkan ke Indonesia; tak terhitung yang tak dapat dikirim pulang. Belum termasuk pula yang pulang dalam keadaan sakit, cacat, dan trauma akibat berbagai jenis kekerasan yang mereka terima selama bekerja di luar negeri.

Sangat miris membaca kisah-kisah pengalaman tragis dan traumatis para pekerja migrant NTT yang dimuat dalam buku ini. Kebanyakan adalah remaja putrid atau perempuan dewasa, entah lajang atau sudah menikah. Demi mengejar mimpi indah menjadi orang sukses dan cita-cita mulia ingin membantu ekonomi keluarga, mereka yang rata-rata putus sekolah atau berpendidikan rendah itu meninggalkan kampong halaman dan menjadi pekerja di luar daerah atau luar negeri-mayoritas di Malaysia. Alih-alih berhasil mewujudkan mimpi, mereka hanya dijadikan sapi perah oleh majikan dan agen. Tenaga mereka benar-benar dikuras habis dan tak jarang disertai pelecehan dan kekerasan fisik, sementara gaji mereka ditahan atau dipotong, bahkan ada yang tak pernah menerima gaji sama sekali selama bekerja.

Derita Mama Lali yang gajinya dihabiskan suami di kampong; Maria yang ditipu oleh perekrut lapangan (PL, saudara ayahnya sendiri; Lot yang ditipu perusahaan PMI dan ‘dikerjai’ rekanya hingga mengalami gangguan kejiwaan; Eta, Dina,dan Ema yang diperbudak diperusahaan sarang burung wallet hingga dua rekan mereka – Marini dan Rini – tewas; Rani yang diperkosa oleh adik majikan hingga hamil lalu anaknya diadopsi paksa oleh sepupunya; Nona yang dipulangkan dalam peti mati dengan kondisi mencurigakan; Ria yang diperlakukan tidak manusiawi di Balai Latihan Kerja; Maria yang harus diamputasi akibat tersengat listrik di tempat majikan; Nori yang dijual oleh kakak angkatnya menjadi pekerja seks; May dan Marieta yang disiksa majikan hingga berdarah-darah, dan kisah-kisah pilu lainnya, ditampilkan oleh 12 penulis yang rata-rata adalah pendeta, dosen, pengerja desa, dan aktivis jaringan/komunitas anti perdagangan manusia, khusunya di NTT. Derita mereka menyisakan pertanyaan: apa yang bisa kita perbuat bagi mereka?

Requiem untuk Seorang Perempuan

Judul
:
Requiem untuk Seorang Perempuan
Penulis
:
Gerson Poyk
Penerbit
:
PT. Karya Unipress
Tahun Cetak
:
1983
Halaman
:
148
ISBN
:
-
Harga
:
RP. 75.000
Status
:
Kosong


Penyair yang bernama Rein harus lebih tabah lagi menghadapi hidup ini. Tahun-tahun yang berlalu adalah tahun-tahun mencari cinta, tetapi cinta itu bagaikan  pisau bermata satu: derita. Rumah tangganya hancur. Tinggallah satu-satunya sumber cinta dalam dunia ini ialah ibunya, seorang wanita yang sudah sangat tua. Tetapi setelah bersusah payah dating dari Jakarta ke kampong halamannya, ternyata ibunya telah tiada.

Soal maut, sudahlah, tidak usah dibicarakan lagi. Tinggallah harapan baru dalam mencari seorang wanita yang paling sedikit dapat melihat kesunyian dan kerinduan seorang penyair. Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, ia bertemu dengan seorang janda yang sedang dalam pusaran duka. Sang penyair pun mengembara dalam pusaran itu. Ia ingin menjadi pahlawan. Tetapi akhirnya kaki sang penyair patah.

Dengan kaki yang terbungkus gips ia tertatih-tatih melarikan diri dari rumah sakit. Ia berhasil menyeberang selat dengan sebuah kapal kecil karatan yang sudah using. Di tengah selat ia mengenang tahun-tahun bersama ibunya berlayar dari pulau ke pulau. Kini yang tersisa dari hidupnya adalah kesadarannya, bahwa ia demam.

Requiem Untuk Seorang Perempuan adalah sebuah novel yang mencari jalan keluar dari hidup yang penuh dengan paradox, dengan semacam doa perkabungan.

Gereja Oeba Bukan Nama tetapi Tanda (Sejarah GMIT Ebenhaezer Oeba 1910-2018)

Judul
:
Gereja Oeba Bukan Nama tetapi Tanda (Sejarah GMIT Ebenhaezer Oeba 1910-2018)
Penulis
:
Ebenhaizer I. Nuban Timo dkk
Penerbit
:
Satya Wacana University Press
Tahun Cetak
:
2019
Halaman
:
434
ISBN
:
978-602-58812-5-1
Harga
:
RP. 200.000
Status
:
Kosong


Ada dua hal yang patut disebutkan tentang JEO, akronim popular yang dipakai warga Jemaat GMIT Ebenhaezer Oeba untuk menyebut dirinya. Pertama, arsitek gedung kebaktiannya yang uni tapi juga megah. Kedua, JEO adalah jemaat GMIT pertama yang menggunakan air conditioning (AC) di gedung kebaktiannya. JEO memanen banyak protes, tapi sekarang hampir semua gedung kebaktian di Kupang justru menggunakan AC.

JEO uni; bukan hanya sekarang. JEO juga uni sejak awal berdirinya. Gedung kebaktian JEO yang saat ini megah, mentereng dan ber-AC ternyata berawal dari sebuah gedung ibadah yang mirip kandang kambing. Gedung ibadah pertama JEO dibangun tahun 1911 di bawah pimpinan Ds. Willem Back dan Istri, Ny. Back-Ortmann. Tahun 1918 kandang kambing itu diganti dengan gedung baru. Pendiri gedung baru itu adalah seorang perempuan Ny. A. Hessing-Soede, isteri Pdt. Joh. Hessing. Dana pembangunan juga diusahakan oleh sejumlah gadis muda Oeba antara lain Naema Lalametan dan Agustina Ndoenbui. Mereka mengikuti kursus menjahit. Keduanya berusia 15-17 tahun.

Uniknya nama kampong-kampung di sekitar JEO seperti Merdeka, Oetete, Tode Kisar, Fatubesi, Straat A, juga dinarasikan di dalam buku ini. Betapa penting warga Kota Kupang, juga warga JEO khususnya generasi muda miliki buku ini. (Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...