Judul |
: |
RAE
SUPRUꓽ Ritual Adat Pemakaman dan
Penyerahan Arwah Bey Fransiscus Nai Buti kepada Sang Pencipta |
Penulis |
: |
Djoese
S. Martins Nai Buti |
Penerbit |
: |
CV.
Bintang Semesta Media |
Tahun
Cetak |
: |
2024 |
Halaman |
: |
132 |
ISBN |
: |
978-623—190-754-7 |
Harga |
: |
Rp. |
Status |
: |
Ada |
Keberadaan suku kemak Dirubati di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur berawal dari pengungsian Raja Kemak Dirubati Dom Fransisco Xavier de Martins Nai Leto dari Hatulia wilayah Timor Portugis pada tahun 1911. Setelah menetap di Kabupaten Belu suku kemak Dirubati tetap mempertahankan lembaga adat, bahasa dan kebudayaannya.
Salah satu budaya yang terus dilestarikan adalah budaya terkait pemakaman. Suku kemak Dirubati mengelompokkan proses pemakaman ke dalam tiga kategori yaitu Tana Mate, Rae Supru dan Matekio. Tana Mate merupakan ritual pemakaman jenasah, sedangkan Rae Supru merupakan ritual adat penyerahan arwah seseorang atau beberapa orang yang meninggal kepada Sang Pencipta dan dilaksanakan pada peringatan 40 hari atau waktu yang disepakati secara adat. Matekio merupakan ritual adat terbesar untuk penyerahan arwah seluruh anggota keluarga dari suatu suku rumah yang telah meninggal kepada Sang Pencipta dalam kurun waktu tertentu. Ritual Matekio yang dilaksanakan suku rumah Bey Leto pada tahun 2003 telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2016.
Ritual adat Rae Supru merupakan lanjutan dari ritual adat Tana Mate sehingga tahapan ritual adat Rae Supru dimulai dari tahapan ritual Tana Mate yang terdiri dari 25 tahapan. Terdapat beberapa ritual yang unik yaitu pemberitahuan awal kematian raja melalui ritual penabuhan gong pusaka (Para Ko Luli), perjamuan terakhir bersama mendiang (Tane Susu), penyampaian upeti dari kepala suku dan rakyat (Gara Ho Pat Pae Ai No Bia), dan penyimpanan arwah (Lape Mate). Setelah seluruh tahapan ritual adat Tana Mate dilanjutkan dengan tahapan ritual Rae Supru yang terdiri dari 11 tahapan. Beberapa ritual yang unik yaitu penurunan arwah (Lui Mate), pemberian kewajiban adat (Ne Hati No Gala), penyerahan arwah kepada Sang Pencipta (Dede Mate), penyembelihan ternak (Ta Brau), penyembelihan ternak babi (Unu Ahi), dan membawa simbol arwah ke tempat pemakaman (Titim Mate).
Ritual Rae Supru yang diangkat dalam tulisan ini, merupakan Ritual Rae Supru dari mendiang Bey (Raja) Fransicus Nai Buti pada tahun 2012. Ritual Rae Supru ini mencakup seluruh tahapan ritual yang melibatkan 94 suku terdiri dari 8 suku rumah Ka’ar No Alir, 42 suku rumah Inama dan 44 suku rumah Maneheu. Ritual adat tersebut menggunakan 4 ekor ternak kerbau, 12 ekor ternak sapi, 20 ekor ternak kambing, 71 ekor ternak babi, 104 lembar kain adat, beras sebanyak 4 ton dan uang sebanyak Rp.125 juta.
Dari seluruh rangkaian ritual Rae Supru tersebut terdapat dua ritual adat yang hanya berlaku bagi raja kemak Dirubati ketika mangkat yaitu pemberitahuan awal berita kematian melalui ritual Para Ko Luli yaitu penabuhan gong pusaka dan penyampaian upeti dari kepala suku dan rakyat yang dikenal dengan ritual Gara Ho Pat Pae Ai No Bia.