Judul
|
:
|
Kuda Merah di Sabana (Sehimpunan Puisi dan Esai untuk Umbu
Landu Paranggi)
|
Penulis
|
:
|
Rama Prambudhi Dikimara
|
Penerbit
|
:
|
Dewantara Institute
|
Tahun Cetak
|
:
|
2019
|
Halaman
|
:
|
300
|
ISBN
|
:
|
|
Harga
|
:
|
Rp. 150.000
|
Status
|
:
|
Kosong
|
“Sejumlah puisi Rama Prambudhi Dikimara menempuh strategi
tekstual yang berani vis-à-vis puisi Umbu Landu Paranggi, jika diumpamakan
sebagai rangkaian dialog. Rama adalah sosok yang tekun menyimak Umbu.” (Kris
Budiman/Penulis dan Dosen di Program Kajian Budaya dan Media, Sekolah
Pascasarjana Universitas Gajah Mada)
“Rama Prambudhi sengaja menciptakan puisi untuk ULP dan
menerbitkannya justru ketika “Sang Guru” sudah genap 75 tahun, menginjak angka
76. Mengapa peristiwa ini terjadi di akhir tahun 2018? Mengapa tidak
kemarin-kemarin atau nanti sekian waktu lagi? Kejadian ini jadi mengingatkan
saya pada sebuah peribahasa Sunda yang berbunyi: “Dihin pinasti anyar
pinanggih” artinya segala sesuatu yang kita alami sebenarnya sudah ditentukan
sebelumnya oleh Sang Pencipta.” (Imam Budhi Santosa, Sastrawan, bersama Umbu
Landu Paranggi menghidupi Persada Studi Klub/PSK)
“Pengabdian Umbu yang tanpa pamrih pada dunia puisi yang
membuat banyak orang salut dan terharu. Baginya, puisi adalah kehidupan. Dan,
kehidupan adalah puisi, keyakinan pada puisi seperti angin sabana.” (Wayan
Jengki Sunartu, Sastrawan tinggal di Bali)
Meskipun banyak dipuji sebagai penempa penyair-penyair muda
bebakat, bukan berarti keberadaan Umbu sebagai seorang penyair terabaikan.
Apalagi dalam kenyataannya Umbu memiliki karya, dia terus menulis puisi, hanya
memang publikasi atas karya-karyanya tidak seintensif penyair-penyair lain.” (I
Made Sujaya. Dosen di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah (PBID
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar