Judul |
: |
Konflik Bernuansa Agama, Peta Konflik Berbagai Daerah di
Indonesia 1997 - 2005 |
Penulis |
: |
Choirul Fuad Yusuf |
Editor |
: |
Prof. Dr. Imam Tholkhah, MA., APU |
Penerbit |
: |
Puslitbang
Lektur dan Khazanah Keagamaan - Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI |
Tahun
Cetak |
: |
2013 |
Halaman |
: |
276 |
ISBN |
: |
978-602-8766-74-6 |
Harga |
: |
Rp.
- |
Status |
: |
Kosong |
Dari hasil penelusuran dan telaah yang dilakukan terhadap berbagai informasi terbatas yang dihimpun dalam kajian ini, khususnya yang terkait dengan kasus-kasus konflik yang pernah muncul di lingkungan kehidupan umat beragama di wilayah Nusa tenggara Timur, diperoleh beberapa temuan yang bersifat pokok-pokok secara umum seperti berikut.
- Konflik sosial yang berbentuk kerusuhan massal merupakan fenomena yang sangat kompleks. Penjelasan persoalan ini tidak mungkin menggunakan perspektif tunggal, karena banyak sekali faktor kehidupan manusia yang terlibat di dalamnya, baik politik, ekonomi, sosial, etnisitas maupun agama.
- Masyarakat pedesaan yang tinggal di pedalaman maupun yang pindah ke tempat-tempat pinggiran perkotaan sebagian besar relatif rendah tingkat pendidikannya dan tidak memiliki keterampilan yang memadai sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan pembangunan yang dlancarkan pemerintah. Akibatnya fasilitas fisik dan perkembangan material hasil pembangunan yang dilancarkan pemerintah, hanya mampu dijangkau dan dinikmati oleh hanya sebagian kecil elit kelompok pemilik modal, kelompok professional dan kelompok penguasa, sementara kebanyakan masyarakat makin terpinggirkan. Hanya sedikit saja hasil pembangunan yang bisa mereka nikmati. Hal ini menyebabkan timbulnya jarak dan kesenjangan sosial yang merongrong tatanan hubungan sosial antar sesama warga negara yang berujung pada munculnya keresahan, kegalauan dan ketegangan serta kerawanan-kerawanan termasuk kerawanan di lingkungan umat beragama.
- Persaingan perebutan dan penyebaran wilayah keagamaan antara kelompok Katolik dan Protestan bermula sejak zaman penjajahan Portugis dan Belanda. Selain melakukan penjajahan, kedua bangsa tersebut sekaligus juga membawa missi keagamaan. Portugis dengan missi Katolik, sedangkan Belanda membantu penyebaran Kristen Protestan di NTT. Persaingan tersebut berlanjut selepas penjajahan, bahkan sampai sekarang dalam bentuk persaingan memperebutkan dan mempertahankan wilayah pengaruh keagamaan,termasuk persaingan perebutan sumber-sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Dalam suatu persaingan, lazim lantas muncul berbagai problem yang mengakibatkan ketegangan-ketegangan sosial yang melibatkan umat beragama masing-masing kelompok. Pada gilirannya ketegangan sosial tersebut berbuah menjadi konflik bahkan kerusuhan sosial. Tambahan pula pengajaran resmi melalui lembaga-lembaga pendidikan ternyata lebih fokus pada penekanan keyakinan keagamaan masing-masing kelompok yang dapat berdampak pada peningkatan militansi dan eksklusifitas kelompok keagamaan masing-masing. Muatan kurikulum pengajaran agama di sekolah-sekolah, sangat kurang menekankan hal-hal yang mendorong toleransi beragama.
- Terkait dengan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan dan keagamaan ini, hendaknya pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang lebih konkrit, aktual terprogram, terarah dan kontinu, lebih sungguh-sungguh berupaya melakukan pemerataan pembangunan di segala bidang, khususnya dalam rangka meningkatkan martabat kehidupan sosial masyarakat setempat, lepas dari belitan kepapaan dan kebodohan yang menghimpit masyarakat. Kesempatan dan peluang yang memungkinkan masyarakat lapisan bawah ikut memiliki akses-akses ke sumber-sumber daya yang menopang kehidupan sosial mereka, merupakan sesuatu yang sudah sangat mendesak kebutuhannya.
- Pengajaran keagamaan di sekolah-sekolah hendaknya lebih banyak berisi penekanan pada toleransi beragama, kerjasama yang bersifat kemanusiaan menyangkut kepentingan umum setiap warga negara, serta upaya ke arah pengembangan komunikasi dan interaksi sosial budaya multicultural sesuai dengan corak masyarakat kita yang serba majemuk.
- Mengkaji ulang produk-produk menyangkut kehidupan beragama pada umumnya, dan produk hukum tentang kerukunan hidup umat beragama khususnya. Sementara itu dialog-dialog yang bersifat multikultural lintas suku, agama, latar budaya, profesi dan lintas generasi, perlu senantiasa makin digalakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar