Judul |
: |
Monografi
Psikologi Kearifan Lokal Perempuan dalam Pengasingan (Di Kawasan Indonesia
Bagian Timur) |
Penulis |
: |
Y. Sahetapy, dkk |
Penerbit |
: |
Deepublish |
Tahun Cetak |
: |
2019 |
Halaman |
: |
83 |
ISBN |
: |
978-623-02-9816-9 |
Harga |
: |
Rp. 197.000 |
Status |
: |
Kosong |
Monografi
tentang psikologi kearifan lokal perempuan dalam pengasingan
dimulai dengan serangkaian pengumpulan dan analisis data. Sekumpulan data
mengenai pendidikan, mata pencaharian, kesehatan, kematian, kepercayaan,
sejarah asal usul dan kondisi lingkungan sosial budaya digunakan untuk
membantu pemahaman mengenai tindakan pengasingan yang mendasari perempuan
suku Wambon di Boven Digoel – Papua, suku Thomhisa di Rana dan suku
Mual, Masbait, Gebhain, dan Hangwasi di Mangeswaen – pulau Buru-Maluku, suku
Nuaulu di pulau Seram – Maluku Tengah, serta suku Boti dan Putun di
Nusa Tenggara Timur dalam menjalani pengasingan.
Beberapa
suku ini masih melaksanakan tradisi ritual budaya pengasingan bagi
ibu melahirkan dan bayinya pada masa nifas. Situasi, kondisi dan keadaan
sosial masyarakat diperlukan agar diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif
tentang tradisi pengasingan perempuan ketika melahirkan dan nifas dari
kedelapan suku tersebut. Buku ini juga dilengkapi dengan gambar-gambar guna
memperjelas fakta yang ada.
Budaya
pengasingan masih terjadi karena pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang meyakini tindak pengasingan
bagi perempuan hamil dan melahirkan dipandang sebagai kebenaran, dan oleh
karenanya hingga saat ini masih berlangsung pada beberapa daerah di Indonesia
bagian Timur. Rumah pengasingan suku Wambon disebut Tana Barambon Ambip di
Papua, khususnya Kabupaten Boven Digoel terdiri dua macam; di tanah (rumah
biasa) dan di atas pohon (rumah pohon). Rumah pengasingan di Pulau Buru disebut
Humkoit. Rumah pengasingan suku Nuaulu disebut Huma di pulau Seram.
Sedangkan
suku Boti Dalam dan penduduk NTT menggunakan Ume Kbubu’ (rumah bulat) di Timor
Tengah Selatan. Keyakinan masyarakat bahwa pada diri perempuan yang hamil,
banyak diliputi pengaruh roh-roh jahat yang dapat menyebabkan bahaya bagi
dirinya sendiri, anak yang sedang dikandungnya, suami maupun orang lain di
sekitarnya, mengakibatkan tradisi ini tetap dipertahankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar