Senin, 02 Desember 2024

Tank Merah Muda, Cerita-cerita yang Tercecer dari Reformasi

Judul

:

Tank Merah Muda, Cerita-cerita yang Tercecer dari Reformasi

Penulis

:

Raisa Kamila, dkk.

Penyunting

:

Ninus Andarnuswari

Penerbit

:

Cipta Media Ekspresi

Tahun Cetak

:

2019

Halaman

:

192

ISBN

:

978-602-8766-74-6

Sumber

:

https://ciptamedia.org/

Download

:

Di Sini

 

Sementara itu, setelah jatuhnya Orde Baru, ada kerusuhankerusuhan yang bersifat agama dan rasial di beberapa kota di kepulauan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), walau tidak menjalar menjadi konflik panjang seperti di Maluku. Agaknya, yang paling membekas, terutama di Pulau Timor, adalah referendum Timor Timur 1999. Setidaknya 200.000 lebih warga Timor Timur pro-integrasi mengungsi ke Pulau Timor bagian barat
yang termasuk dalam kawasan NTT.

Selain itu, pengungsi dari kerusuhan Ambon dan kepulauan Maluku lainnya juga mulai berdatangan. Kehadiran arus pengungsi ini lantas mengakibatkan gesekan dengan penduduk lokal. Ratih membawa bekal berupa kenangan masa kecilnya yang bersentuhan secara tidak langsung dengan efek kejadian-kejadian tersebut. Setelah melakukan riset lapangan dan bertemu banyak orang, Ratih pun bisa menarik benang merah atas kenangan masa kanak-kanaknya dengan berbagai kejadian pasca-Reformasi 1998. Dalam buku ini, Ratih menyajikan tiga cerpen dengan latar berbeda-beda.

Pertama, konflik Kupang pada 1998 yang menyasar pemeluk agama Islam dan warga bersuku Bugis. Kedua, penggalian kuburan massal di Motamasin, Belu, satu dari banyak dampak referendum Timor Timur. Ketiga, pertemanan anak-anak yang menyelamatkan diri dari kerusuhan di Timor Timur dan Ambon. Melalui ceritacerita ini, ada gambaran lain mengenai kejadian-kejadian di Nusa Tenggara Timur, salah satu daerah yang jarang diperbincangkan tapi juga mengalami dinamika yang spesifik selama peralihan rezim. 


Konflik Bernuansa Agama, Peta Konflik Berbagai Daerah di Indonesia 1997 - 2005

Judul

:

Konflik Bernuansa Agama, Peta Konflik Berbagai Daerah di Indonesia 1997 - 2005

Penulis

:

Choirul Fuad Yusuf

Editor

:

Prof. Dr. Imam Tholkhah, MA., APU

Penerbit

:

Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan - Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Tahun Cetak

:

2013

Halaman

:

276

ISBN

:

978-602-8766-74-6

Harga

:

Rp. -

Status

:

Kosong

Dari hasil penelusuran dan telaah yang dilakukan terhadap berbagai informasi terbatas yang dihimpun dalam kajian ini, khususnya yang terkait dengan kasus-kasus konflik yang pernah muncul di lingkungan kehidupan umat beragama di wilayah Nusa tenggara Timur, diperoleh beberapa temuan yang bersifat pokok-pokok secara umum seperti berikut.

  1. Konflik sosial yang berbentuk kerusuhan massal merupakan fenomena yang sangat kompleks. Penjelasan persoalan ini tidak mungkin menggunakan perspektif tunggal, karena banyak sekali faktor kehidupan manusia yang terlibat di dalamnya, baik politik, ekonomi, sosial, etnisitas maupun agama.
  2. Masyarakat pedesaan yang tinggal di pedalaman maupun yang pindah ke tempat-tempat pinggiran perkotaan sebagian besar relatif rendah tingkat pendidikannya dan tidak memiliki keterampilan yang memadai sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan pembangunan yang dlancarkan pemerintah. Akibatnya fasilitas fisik dan perkembangan material hasil pembangunan yang dilancarkan pemerintah, hanya mampu dijangkau dan dinikmati oleh hanya sebagian kecil elit kelompok pemilik modal, kelompok professional dan kelompok penguasa, sementara kebanyakan masyarakat makin terpinggirkan. Hanya sedikit saja hasil pembangunan yang bisa mereka nikmati. Hal ini menyebabkan timbulnya jarak dan kesenjangan sosial yang merongrong tatanan hubungan sosial antar sesama warga negara yang berujung pada munculnya keresahan, kegalauan dan ketegangan serta kerawanan-kerawanan termasuk kerawanan di lingkungan umat beragama.
  3. Persaingan perebutan dan penyebaran wilayah keagamaan antara kelompok Katolik dan Protestan bermula sejak zaman penjajahan Portugis dan Belanda. Selain melakukan penjajahan, kedua bangsa tersebut sekaligus juga membawa missi keagamaan. Portugis dengan missi Katolik, sedangkan Belanda membantu penyebaran Kristen Protestan di NTT. Persaingan tersebut berlanjut selepas penjajahan, bahkan sampai sekarang dalam bentuk persaingan memperebutkan dan mempertahankan wilayah pengaruh keagamaan,termasuk persaingan perebutan sumber-sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Dalam suatu persaingan, lazim lantas muncul berbagai problem yang mengakibatkan ketegangan-ketegangan sosial yang melibatkan umat beragama masing-masing kelompok. Pada gilirannya ketegangan sosial tersebut berbuah menjadi konflik bahkan kerusuhan sosial. Tambahan pula pengajaran resmi melalui lembaga-lembaga pendidikan ternyata lebih fokus pada penekanan keyakinan keagamaan masing-masing kelompok yang dapat berdampak pada peningkatan militansi dan eksklusifitas kelompok keagamaan masing-masing. Muatan kurikulum pengajaran agama di sekolah-sekolah, sangat kurang menekankan hal-hal yang mendorong toleransi beragama.
  4. Terkait dengan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan dan keagamaan ini, hendaknya pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang lebih konkrit, aktual terprogram, terarah dan kontinu, lebih sungguh-sungguh berupaya melakukan pemerataan pembangunan di segala bidang, khususnya dalam rangka meningkatkan martabat kehidupan sosial masyarakat setempat, lepas dari belitan kepapaan dan kebodohan yang menghimpit masyarakat. Kesempatan dan peluang yang memungkinkan masyarakat lapisan bawah ikut memiliki akses-akses ke sumber-sumber daya yang menopang kehidupan sosial mereka, merupakan sesuatu yang sudah sangat mendesak kebutuhannya.
  5. Pengajaran keagamaan di sekolah-sekolah hendaknya lebih banyak berisi penekanan pada toleransi beragama, kerjasama yang bersifat kemanusiaan menyangkut kepentingan umum setiap warga negara, serta upaya ke arah pengembangan komunikasi dan interaksi sosial budaya multicultural sesuai dengan corak masyarakat kita yang serba majemuk.
  6. Mengkaji ulang produk-produk menyangkut kehidupan beragama pada umumnya, dan produk hukum tentang kerukunan hidup umat beragama khususnya. Sementara itu dialog-dialog yang bersifat multikultural lintas suku, agama, latar budaya, profesi dan lintas generasi, perlu senantiasa makin digalakkan. 


Bertahan dalam Impunitas, Kisah Para Perempuan Penyintas yang Tak Kunjung Meraih Keadilan

Judul

:

Bertahan dalam Impunitas, Kisah Para Perempuan Penyintas yang Tak Kunjung Meraih Keadilan

Penulis

:

Galuh Wandita

Editor

:

Dodi Yuniar dan Matt Easton

Penerbit

:

Asia Justice and Rights (AJAR) dan Komnas Perempuan atas kerjasama dengan Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) NTT, Kiprah Perempuan (KIPPER) Yogyakarta, Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Maluku, LBH Apik Aceh, serta Lembaga Studi dan Advokasi HAM (ELSHAM Papua)

Tahun Cetak

:

2015

Halaman

:

287

ISBN

:

978-602-72951-6-2

Sumber

:

https://www.asia-ajar.org

Downoad

:

Di Sini


Di tengah semakin berkurangnya perhatian pemerintah terhadap penyelesaian sejumlah persoalan yang disisakan oleh berbagai peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu dan melemahnya gerakan sipil dalam menuntut keadilan bagi para korban pelanggaran HAM, kehadiran buku “Bertahan dalam Impunitas: Kisah Para Perempuan Penyintas yang Tak Kunjung Meraih Keadilan” ini memberi cara baru untuk menyuarakan persoalan bangsa yang belum terselesaikan. Inisiatif 8 perempuan pendamping korban melahirkan sebuah manual penelitian partisipatif, menggunakannya bersama 60 perempuan penyintas, dan menyajikan hasilnya dalam sebuah buku yang ada di hadapan kita semua, adalah upaya yang patut diapresiasi.

Buku ini tidak hanya menjadi ruang bagi perempuan korban untuk membagikan pengalaman dan harapannya, tetapi juga pengetahuan baru bagi gerakan perempuan tentang bagaimana perempuan korban kekerasan mengalami impunitas, dan bagaimana kita semua menemukan cara untuk melepas belenggu impunitas tersebut. Selain itu, kesaksian 60 perempuan korban yang terdokumentasikan dalam buku ini juga memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bagaimana keterkaitan kekerasan dengan pemiskinan serta pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya lainnya.

Bagian menarik dalam buku ini yaitu Bab 6: Nusa Tenggara Timur: Kekerasan yang Masih Dirahasiakan (berisikan kisah penyintas dari kekejaman PKI di Timor Barat) dan Bab 9: Perempuan yang Hilang dalam Ruang dan Waktu (berisikan kisah penyintas pendudukan Indonesia di Timor Leste).

 

Tidak Mudah Menyeret Soeharto

Majalah

:

TEMPO

Judul

:

Tidak Mudah Menyeret Soeharto

No.

:

Edisi 1

Tanggal Terbit

:

7 Desember 1998

ISSN

:

0126-4273

Halaman

:

92

Harga

:

Rp. 75.000

Status

:

Ada


Obituari untuk Semanggi (Ignas Kleden), Demonstrasi mahasiswa Indonesia pada November 1998 sudah lebih dari sekedar gerakan moral. Peningkatan dan kesinambungan aksi unjuk rasa itu agaknya lebih tepat disebut sebagai getaran moral. ia menjadi sasmita bahwa kesalahan dan kejahatan bisa selalu dimaafkan, tetapi tidak selalu disembunyikan dengan terus-menerus mendiamkannya. kebajikan mungkin menjadi besar kalau disembunyikan di balik pitu terkunci, tetapi kesalahan dan penyelewengan pastilah menjadi kecil kalau diakui di depan khalayak.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...