Judul
|
:
|
Kebudayaan Masyarakat di Bumi Cendana
|
Penulis
|
:
|
Munandjar Widiyatmika
|
Penerbit
|
:
|
Pusat Pengembangan Madrasah Kupang
|
Tahun Cetak
|
:
|
2008
|
Halaman
|
:
|
346
|
ISBN
|
:
|
978-979-16280-4-4
|
Harga
|
:
|
Rp. 120.000
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai wilayah kepulauan, merupakan salah satu wilayah gersang di Indonesia. Di Nusa Tenggara Timur terdapat 1.192 pulau, namun hanya 42 buah pulau yang dihuni. Ada tiga pulau utama yakni Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor. Atas dasar nama ketiga pulau utama itu, Nusa Tenggara Timur sering di sebut Flobamora yakni singkatan dari ketiga pulau besar tersebut. Daerah Nusa Tenggara Timur memiliki jenis tumbuhan khas. Salah satu tumbuhan khas di Daerah Nusa Tenggara Timur adalah Cendana (santalum album L). Cendana, terutama cendana putih, tumbuh hampir di semua pulau di Nusa Tenggara Timur yakni: Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Solor, Pulau Lembata, Pulau Adonara, Pulau Flores, Pulau Rote, Pulau Sabu. Namun dari beberapa pulau tersebut yang sangat terkenal sebagai penghasil cendana untuk diperdagangkan adalah Pulau Sumba dan Pulau Timor. Bahkan Pulau Sumba dijuluki Sandelwood Island.
Karena cendana tumbuh di berbagai pulau di Nusa
Tenggara Timur, maka diberbagai suku dikenal istilah dalam bahasa local untuk
menyebutkan nama kayu cendana. Cendana yang berasal dari bahasa Sansekerta di
berbagai suku di Nusa Tenggara Timur dikenal dengan istilah yang berbeda. Misalnya
cendana pada suku Helong disebut kaisalon,
pada suku Tetun disebut aikamenil,
pada suku Atoni Meto disebut haumeni,
pada suku Rote disebut ainitu, suku
Sabu menyebutnya haju mangi, suku
Kolana di Pulau Alor menyebutnya bongnouni,
suku Manggarai menyebutnya haju benge,
dan Suku Sumba menyebutnya handana
atau wasudana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar