Judul
|
:
|
Sastra Indonesia di NTT Dalam
Kritik dan Esai
|
Penulis
|
:
|
Yohannes Sehandi
|
Penerbit
|
:
|
Ombak
|
Tahun Cetak
|
:
|
2017
|
Halaman
|
:
|
196
|
ISBN
|
:
|
978-602-258-467-4
|
Harga
|
:
|
Rp. 60.000
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Yohanes Sehandi telah membuat peta
lengkap tentang kesusastraan di NTT yang tidak terpisahkan dengan kesusastraan
kita: kesusastraan Indonesia. Dalam buku ini, kita dapat mencermati perjalanan
sejarahnya, kiprah kesastrawanannya, dan esai-esai kritiknya yang cair dan
mengasyikkan. Jadi, ada usaha sangat serius yang dilakukan Sehandi untuk
memperkenalkan karya-karya para sastrawan NTT ke panggung sastra nasional
Indonesia. Tentu saja, seberapa pun besar-kecilnya, mereka, para sastrawan NTT
itu, telah menyumbangkan buah kreativitas dan kiprah kesastrawanannya sebagai
bagian dari kesusastraan Indonesia.
Saya bahagia Yohanes Sehandi telah memilih jalan yang benar. Terlalu amat sedikit kritikus sastra di negeri ini, sementara karya-karya sastra puisi, cerpen, novel, drama, terus berlahiran. Karya-karya itu perlu dijembatani agar ada gerak resipokral yang dinamis, kreatif, dan sehat. Kritikus sesungguhnya juga berfungsi sebagai juru bicara yang menghubungkan pengarang-teks-pembaca. Tugas kritikus, dengan sedaya-upayanya, dengan keluasan wawasan pengetahuannya, mengungkap kekayaan teks, menerjemahkan makna yang tersembunyi yang berada di balik teks sastra.
Akhirnya, saya perlu menyampaikan selamat atas kehadiran buku Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai ini. Telah hadir Yohanes Sehandi, kritikus dari Indonesia Timur. Kelak, kita dapat menempatkannya sebagai teman bertengkar dalam perkara sastra Indonesia. Sebab, pertengkaran pemikiran perlu untuk menggairahkan kehidupan kesusastraan dan pengetahuan secara lebih luas, tidak merayap lesu dan stagnan. Sastra Indonesia di belahan wilayah mana pun di negeri ini, harus dapat bergerak dinamis, kreatif, dan bahagia! (Maman S. Mahayana)
Saya bahagia Yohanes Sehandi telah memilih jalan yang benar. Terlalu amat sedikit kritikus sastra di negeri ini, sementara karya-karya sastra puisi, cerpen, novel, drama, terus berlahiran. Karya-karya itu perlu dijembatani agar ada gerak resipokral yang dinamis, kreatif, dan sehat. Kritikus sesungguhnya juga berfungsi sebagai juru bicara yang menghubungkan pengarang-teks-pembaca. Tugas kritikus, dengan sedaya-upayanya, dengan keluasan wawasan pengetahuannya, mengungkap kekayaan teks, menerjemahkan makna yang tersembunyi yang berada di balik teks sastra.
Akhirnya, saya perlu menyampaikan selamat atas kehadiran buku Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai ini. Telah hadir Yohanes Sehandi, kritikus dari Indonesia Timur. Kelak, kita dapat menempatkannya sebagai teman bertengkar dalam perkara sastra Indonesia. Sebab, pertengkaran pemikiran perlu untuk menggairahkan kehidupan kesusastraan dan pengetahuan secara lebih luas, tidak merayap lesu dan stagnan. Sastra Indonesia di belahan wilayah mana pun di negeri ini, harus dapat bergerak dinamis, kreatif, dan bahagia! (Maman S. Mahayana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar