Judul
|
:
|
Mollo, Pembangunan dan Perubahan Iklim, Usaha Rakyat Memulihkan Alam yang Rusak
|
Penulis
|
:
|
Siti Maemunah
|
Penerbit
|
:
|
Kompas
|
Tahun Cetak
|
:
|
2015
|
Halaman
|
:
|
106
|
ISBN
|
:
|
978-979-709-959-6
|
Harga
|
:
|
Rp. 87.000
|
Status
|
:
|
Ada
|
Masyarakat adat memiliki kepercayaan
turun-menurun mengenai fungsi tanah, batu, pohon, dan air yang dianggap sama
dengan tubuh manusia. Bagi mereka, air melambangkan darah, batu melambangkan
tulang, dan tanah sebagai daging. Juga hutan yang mereka anggap sebagai kulit,
paru-paru, atau juga rambut. Fatu, nasi,
noel, afu amasat a fatis neu monit mansian, batu, hutan, air, dan tanah
bagai tubuh manusia. (Aleta Baun,
perempuan adat Mollo, Penerima 2013 Goldman
Environmental Prize award)
Proyek-proyek pertambangan, reboisasi, HTI,
hingga privatisasi air di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, yang menyebabkan
kerusakan alam yang parah, ditambah lagi dengan adanya perubahan iklim.
Menghadapi hal tersebut, bagaimana solusi masyarakat adat Tiga Batu Tungku
(Mollo, Amanuban, Amanatun) untuk memulihkan kerusakan alam akibat pembangunan
dan bagaimana daya tahan mereka terhadap dampak perubahan iklim yang dihadapi?
Siti Maemunah, lebih 15 tahun menekuni daya
rusak pertambangan terhadap masyarakat, khususnya perempuan, perubahan agraria,
dan kerusakan lingkungan. Ia memimpin Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
pada 2003-2010, dan banyak menulis artikel, opini dan buku tentang kebijakan pertambangan dan daya rusak
pertambangan. Kini dia bekerja sebagai badan pengurus sekaligus peneliti di
Sajogyo Institute dan Koordinator Tim Kerja Perempuan dan Tambang (TKPT).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar