Judul
|
:
|
Lewo Mayen Tana Doen
|
Penulis
|
:
|
Jacob J. Herin
|
Penerbit
|
:
|
Silvia Denpasar
|
Tahun Cetak
|
:
|
2008
|
Halaman
|
:
|
161
|
ISBN
|
:
|
879-997-7449-19-X
|
Harga
|
:
|
Rp. 68.000
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Buku ini ditulis untuk para pembaca generasi muda yang tertarik
pada kebudayaan asli khususnya kebudayaan asli Suku Lamaku dan Lamaole di Pulau
Solor yang selama ini hampir tidak dikenal orang. Satu hal yang patut dilihat
dari penduduk di wilayah ini adalah bahwa mereka tetap mempertahankan
ritus/upacara keagamaan berdasarkan warisan nenek moyang. Namun tidak dapat
dihindari bahwa karena pengaruh globalisasi dan masalah-masalah lain seperti
masalah sosial, politik dan ekonomi maka lambat laun ritus/upacara keagamaan
itu mulai menghilang.
Sampai dengan tahun 1960-an penduduk setempat masih mempraktikkan
upacara tradisional sebelum melakukan suatu kegiatan seperti berladang,
bertanam, memanen, bertenun, berburu, menangkap ikan dan melakukan
upacara-upacara adat. Penduduk masih menikmati ketenangan dan kedamaian hidup.
Lewat upacara-upacara adat mereka berdoa kepada Lera Wulen Tana Eken (Wujud Tertinggi; harfiah: matahari, bulan dan
tanah) agar beradab tinggi, tahu menghargai dan mencintai sesame masyarakat.
Namun keselarasan hidup para penduduk ini mulai tercemar dengan
adanya program pemerintah sejak tahun 1976-1977 sampai 1996. Dengan alasan
pembangunan masyarakat diharuskan pindah dari lokasi sekarang (Desa
Lewotanaole) ke lokasi transmigrasi lokal di pemukiman Tanah Edang. Di daerah
pemukiman baru ini kehidupan para penduduk tidak lebih baik dari sebelumnya,
bahkan selama 23 tahun mereka sepertinya ditinggalkan dalam segala-galanya
(baik pembangunan fisik maupun pembangunan manusianya. Syukur bahwa penderitaan
penduduk itu mendapat tanggapan pemerintah dengan memberi rekomendasi untuk menjadi
sebuah desa mandiri.