Judul |
: |
Makna Tuturan Lisan Natoni |
Penulis |
: |
Margarita D. I. Ottu, S.Pd.,M.Pd.K |
Penerbit |
: |
Adab |
Tahun Cetak |
: |
2022 |
Halaman |
: |
156 |
ISBN |
: |
978-623-5687-83-4 |
Harga |
: |
Rp. 95.000 |
Status |
: |
Ada |
Eksistensi uab meto di era revolusi industri 4.0: pertahankan
atau hilang diambil orang. Terabaikannya
pengutamaan bahasa daerah merupakan tantangan terbesar pada era revolusi
industry 4.0 dengan kondisi bahasa daerah saat ini cukup mengkhawatirkan nyaris
punah karena jumlah penutur yang menyusut dan berkurang, bencana alam, kawin
campur antar suku, letak geografis suatu daerah tidak menguntungkan, dan sikap
masyarakat yang negatif terhadap bahasa daerah.
Masyarakat Dawan (atoin meto) memiliki tradisi berupa tuturan lisan yaitu natoni dan sudah merupakan kebiasaan yang sering digunakan pada acara tradisional seperti acara peminangan, pernikahan, panen, upacara tradisional lainnya dan juga pada acara kenegaraan atau ceremonial (upacara kenegaraan, penyambutan tamu). Natoni dituturkan oleh setiap suku yakni suku amanatun, amanuban dan mollo sesuai dengan dialek setiap suku.
Natoni adalah tuturan lisan yang diungkapkan dalam bentuk pantun tradisional (adat) dan dituturkan oleh sekelompok orang yakni kelompok atonis (pemandu) dan kelompok atutas (pendukung). Bahasa natoni adalah bahasa sakral yang bermakna yang mencerminkan ketulusan dan keramahan masyarakat dawan (atoin meto) dan merupakan sebuah kesusastraan lisan yang dianggap sebagai sebuah puisi atau pantun tradisional yang memiliki nilai atau bermakna. oleh karena itu, natoni harus dipertahankan sebagai warisan budaya masyarakat dawan yang tetap dilestarikan sehingga tidak berakibat punahnya bahasa tersebut. Dalam implikasinya terhadap pembelajaran maka teks natoni dapat digunakan sebagai referensi untuk mata pelajaran bahasa inggris, bahasa indonesia dan seni budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar