Judul
|
:
|
Komunisme di Indonesia Jilid IV:
Pemberontakan G. 30 S / PKI dan Penumpasannya
|
Editor
|
:
|
Saleh As’ad Djamhari
|
Penerbit
|
:
|
Pusjarah TNI bekerjasama dengan Yayasan
Kajian Citra Bangsa (YKCB), Jakarta
|
Tahun Cetak
|
:
|
2019
|
Halaman
|
:
|
372
|
ISBN
|
:
|
978-602-95565-2-0
|
Harga
|
:
|
Rp.-
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Peristiwa G.30 S/PKI di tahun 1965
merupakan salah satu tragedi nasional dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia. Peristiwa ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan telah
direncanakan sedemikian rupa oleh sekelompok orang yang ingin berkuasa secara tidak
sah. Mereka mencoba merambah ke segala bidang kehidupan bernegara dan
berpemerintahan dengan berlindung di balik kekuasaan Presiden RI pertama.
Sejak kegagalan pemberontakan PKI Madiun
1948, mereka mencoba kembali dengan cara baru, pemikiran baru, maupun taktik
baru. Pada intinya mereka tidak lagi menentang presiden langsung, tapi malah
merangkulnya seolah kawan “seiring sejalan”. Mereka menuntut perubahan politik
secara signifikan demi revolusi yang dicanangkan oleh presiden sang pemimpin
besar revolusi. Sesungguhnya sasaran dari tuntutan itu adalah menjadi lemahnya
kelompok politik maupun militer yang selalu menentang eksisnya PKI, khususnya
kelompok Islam dan TNI, sehingga nantinya PKI akan menjadi mudah meraih
kekuasaan.
Sejak tanggal 27 September 1965,
CDB PKI Nusa Tenggara telah mengadakan persiapan pembentukan Dewan Revolusi
untuk Daerah Tingkat I dan II. Adapun konseptor dari kegiatan tersebut adalah
Th. P. Rissi, Sekretaris CDB PKI. Konsep untuk Dewan Revolusi Daerah Tingkat I
Nusa Tenggara Timur berhasil diselesaikan dengan susunan sebagai berikut :
Ketua: Th. P Rissi; Wakil Ketua:
S.N. Pirry; Sekretaris: R. Amir Ciptoprawiro; Anggota: J. Mbuik, H. Ngotov, A.
Samin, Sutarman, B. Lawa dan 14 orang lainnya dari anggota PKI.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 konsep
tersebut diserahkan kepada Letkol Sutarmadji, perwira yang sudah lama dibina
oleh PKI melalui R. Amir Ciptoprawiro, Kepala Studio RRI Kupang. Ia menilai
konsep itu terlalu menyolok bahwa PKI pembuatnya, sehingga dipastikan tidak
akan mendapat sambutan dari masyarakat. Kemudian Letnan Kolonel Sutarmadji
merubah konsep itu dengan komposisi sebagai berikut :
Ketua: Letnan Kolonel Sutarmadji; Wakil
Ketua: AKBP Drs. Hardono; Wakil Ketua II: W.J. Lalamentik; Wakil Ketua III:
Moh. Salim SH; Sekretaris I: Th. P Rissi; Sekretaris II: R. Amir Ciptoprawiro;
Anggota: S.N. Pirry, Wakil Sekretaris CDB. PKI, E.R. Herewina, Ketua DPP PNI
NTT, dan beberapa tokoh daerah lainnya.
Tokoh-tokoh daerah yang dimasukkan
dalam susunan Dewan Revolusi tersebut sebagian besar tidak mengetahui bahwa
mereka duduk menjadi anggota, karena tidak pernah dihubungi, kecuali para
anggota PKI dan simpatisannya. Hanya AKBP Drs. Hardono selaku Pepelrada Nusa
Tenggara Timur memang pernah dihubungi tetapi ia tidak memberikan jawaban.Sementara
itu pada hari itu pula setelah rakyat mendengar siaran RRI di Jakarta dan
mengetahui bahwa Dewan Revolusi adalah gerakan kontra revolusi yang didalangi
oleh PKI, kemarahan rakyat tidak dapat dibendung lagi. Rakyat beramai ramai
mencabuti papan nama PKI di Kupang dan menyerbu rumah-rumah para tokoh PKI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar