Judul
|
:
|
Mencintai Perbedaan, Renungan
Lintas Iman Pluralisme dan Kerukunan
|
Penyunting
|
:
|
P. Dr. Bertolomeus Bolong, OCD
& Pdt. Dr. Fredrik Y. A. Doeka
|
Penerbit
|
:
|
Bonet Pinggupir
|
Tahun Cetak
|
:
|
2013
|
Halaman
|
:
|
128
|
ISBN
|
:
|
978-602-99955-3-4
|
Harga
|
:
|
Rp. 40.000
|
Status
|
:
|
Ada
|
Pada 9 Juni 2012, ada 30 “anak-anak
Abraham” bertemu di Kupang. Mereka terdiri dari 25 orang dari Kristen (Katolik
dan Protestan) dan 5 orang berasal dari Islam. Pertemuan yang dikemas dalam
Lokakarya Nasional, membahas tiga isu krusial, yaitu Kerukunan dan Pluralisme,
HIV/AIDS dan Human Traficking. Masing-masing peserta berbicara, berdiskusi dan
bersosialisasi dalam suasana yang sangat akrab. Pada akhirnya masing-masing
merumuskan renungan mereka yang didasarkan pada tiga isu tersebut. Tampak
konstruksi masing-masing renungan dibangun di atas sebuah dasar bersama (a common ground), yaitu “Kasih kepada
Tuhan Allah dan kasih kepada sesama”.
Buku “Mencintai Perbedaan” merupakan hasil renungan para peserta mengenai persoalan kerukunan dan pluralism di Indonesia. Kerukunan sebenarnya merupakan seni pengelolaan atas kemajemukan berbagai hal, terutama agama, yang hadir di dalam kehidupan manusia. Konfigurasi pemahaman kerukunan semacam ini mengemuka dari awal hingga akhir buku ini. Dengan bahasa teologis, filosofis dan sederhana, masing-masing penulis mengemukakan betapa pentingnya melihat perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan, yang bisa menciptakan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan wawasan keyakinan dan nilai-nilai hidup tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan, melainkan bagaimana hal-hal itu ditata dan diarahkan untuk meraih kebahagiaan hidup di habitus yang sama. Inilah benang merah yang dapat ditarik dari pemikiran-pemikiran yang terurai dari buku ini.
Buku “Mencintai Perbedaan” merupakan hasil renungan para peserta mengenai persoalan kerukunan dan pluralism di Indonesia. Kerukunan sebenarnya merupakan seni pengelolaan atas kemajemukan berbagai hal, terutama agama, yang hadir di dalam kehidupan manusia. Konfigurasi pemahaman kerukunan semacam ini mengemuka dari awal hingga akhir buku ini. Dengan bahasa teologis, filosofis dan sederhana, masing-masing penulis mengemukakan betapa pentingnya melihat perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan, yang bisa menciptakan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan wawasan keyakinan dan nilai-nilai hidup tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan, melainkan bagaimana hal-hal itu ditata dan diarahkan untuk meraih kebahagiaan hidup di habitus yang sama. Inilah benang merah yang dapat ditarik dari pemikiran-pemikiran yang terurai dari buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar