Judul
|
:
|
Berpolitik Tanpa Primodialisme,
Mengawal Pilkada di Bumi Biinmaffo
|
Penulis
|
:
|
Eman Tulasi
|
Penerbit
|
:
|
San Ratili & Dioma
|
Tahun Cetak
|
:
|
2006
|
Halaman
|
:
|
92
|
ISBN
|
:
|
979-26-1318-8
|
Harga
|
:
|
Rp. 40.000
|
Status
|
:
|
Kosong
|
……….. dalam kondisi pasar politik yang kian bebas,
apakah rakyat Timor Tengah Utara yang mendiami wilayah Biboki, Insana dan
Miomaffo (Biinmaffo) yang adalah bagian integral dari Negara Kesatuan RI, telah
siap? Ini merupakan suatu pertanyaan yang perlu dijawab dengan jujur agar
aktivitas politik yang dijalankan dapat membuahkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat di Bumi Biinmaffo.
Sebagai bahan permenungan bersama, dalam bagian
pertama buku ini, penulis mengemukakan fenomena politik di Bumi Biinmaffo yang cenderung
mengedepankan primodialisme tatkala ada pesta demokrasi khususnya pada saat
Pemilihan Kepala Daerah yakni, di sana-sini ada klaim, di mana-mana ada
sekat-sekat primodial yang mengkristal dan cenderung irrasional. Diantaranya,
orang lebih cenderung mengelompokan diri secara eksklusif sebagai kelompok
orang Biboki, kelompok orang Insana atau kelompok orang Miomaffo. Dalam
sekat-sekat primodial yang demikian masing-masing kelompok “berjuang” agar
“Orangnya” yang menjadi Bupati atau wakil Bupati tanpa peduli apakah figure
yang diperjuangkan itu berkualitas atau tidak. Prinsipnya, “masi nalalahe, ilamu hai ana” (bahasa dawan) yang artinya biar
“kotor, tidak berkualitas”, yang penting anak kami yang menjadi Bupati atau
Wakil Bupati.
Sikap semacam ini tentu tidak begitu buruk, namun
tidak akan membawa keuntungan maksimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
TTU yang tersebar di kawasan Biboki, Insana dan Miomaffo, bahkan dalam tataran
tertentu akan membawa rakyat TTU pada ambang kehancuran. Mengapa? Karena
kualitas sumber daya manusia akan menentukan tingkat produktivitas termasuk
kualitas kebijakan yang dibuat untuk menyejahterakan rakyat banyak.
Sikap primodial yang demikian juga akan cenderung
mengotak-ngotakan masyarakat TTu dalam kelompok Biboki, Insana atau Miomaffo
atau orang luar yang pada gilirannnya akan merusak tatanan hidup bersama
sebagai sesama yang saling mengada dalam bingkai “Salu Miomaffo Kuluan Maubes”.
Dalam bagian kedua, penulis mengemukakan bagaimana
seharusnya berpolitik sehingga aktus politik yang dilakukan dapat membuahkan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan
tertinggi tetap eksis. Salah satu aspek yang disoroti adalah munculnya berbagai
ketimpangan dalam pembangunan sebagai akibat masyarakat buta dalam memilih
pimpinannya. Sementara dalam bagian ketiga buku ini, penulis menampilkan sketsa
wajah pemimpin yang pantas untuk memimpin TTU, yakni pemimpin yang tidak korup,
tidak bermental usif (raja) dan tidak primodial. Sebagai penutup bagian ini,
penulis menampilkan “Bupati Timor Tengah Utara dari periode ke periode” lengkap
dengan berbagai terobosan atau program yang dibuat masing-masing untuk
menyejahterakan seluruh masyarakat di daerah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar