Judul
|
:
|
Cumbuan Sabana
|
Penulis
|
:
|
Gerson Poyk
|
Penerbit
|
:
|
Nusa Indah
|
Tahun Cetak
|
:
|
1979
|
Halaman
|
:
|
85
|
ISBN
|
:
|
-
|
Harga
|
:
|
Rp. -
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Kurang
lebih satu jam keduanya bergulung-gulung di atas kulit kambing itu dan
untunglah tiada seorangpun yang melihat mereka, kecuali keduanya sendiri dan
atap rumah berbentuk kukusan itu. Keduanya sadar kembali, dalam keadaan lemas,
penuh bahagia, dan ketika angin dingin berhembus dari entah benua Australia
atau gunung Mutis, tiba-tiba Irma menjadi cemas, sedangkan Niko merasa puas dan
rasa-rasanya harga dirinya kembali, harga diri yang hilang tertekan oleh
feodalisme ampas sirih ayah Irma. Keduanya adalah mahluk Tuhan yang sama di
atas kulit kambing itu. Yang satu bukan ampas sirih untuk yang lainnya.
Demikianlah!
Niko Benfinit baru saja mengadakan pemberontakan yang tidak ekstrim. Tidak ada
yang kalah. Keduanya sama-sama menang. Tidak ada yang hancur. Kalau ada yang
hancur, maka adalah hanya piring aluminium yang peot kena lutut Niko, dan
buah-buah appel yang bergulingan dan pecah kena badan keduanya yang bergulingan
pula. Niko Benfinit membereskan piring peot dan appel-appel pecah itu dan…. tiba-tiba
ketika matanya terangkat memandang Irma, anak gadis itu duduk meletakkan
kepalanya ke lutut sambil terisak-isak.
Niko
mendekatinya, lalu merangkulnya dengan ramah, kemudian menyeka airmatanya. Niko
mengerti bahwa gadis itu sekarang menyesal atas perbuatan yang baru mereka
lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar