Judul
|
:
|
Binaus, Wajah Pedesaan
Timor di Abad XXI
|
Editor
|
:
|
Yulius Y. Ranimpi
|
Penerbit
|
:
|
Satya Wacana University Press
|
Tahun Cetak
|
:
|
2016
|
Halaman
|
:
|
253
|
ISBN
|
:
|
978-602-1047-58-3
|
Sumber
|
:
|
|
Download
|
:
|
Binaus
adalah desa di wilayah Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang sudah lama saya dengar, terutama via
teman-teman peneliti di Pusat Studi Kawasan Indonesia Timur (PSKTI) Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW). Perkenalan model dengar-dengaran itu lebih intens
lagi ketika desa ini dijadikan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW sebagai salah
satu laboratorium untuk kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat. Dan
ditambah dengan kisah yang menarik dari teman-teman yang pernah ke sana,
terutama mengenai indah dan eksotiknya salah satu dusun di sana, yaitu dusun
III, membuat saya semakin penasaran untuk juga memiliki pengalaman yang sama
dengan mereka. Akhirnya waktu itupun tiba. Di awal tahun 2015, saya menjejakkan
kaki di Desa Binaus.
Desa ini berjarak lebih kurang 10 km dari So’e, Ibu Kota
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Didukung tersedianya moda transportasi,
seperti ojek dan angkutan kota membuat Desa Binaus mudah untuk dicapai. Desa
Binaus, layaknya desa lain di daratan Timor - NTT, memiliki fisiografi yang
berbukit dan bergunung. Indah,
sepertinya tidak cukup untuk menggambarkan kualitas pemandangan alam di sana.
Belum lagi orang-orangnya. Ramah dan murah senyum. Semua itu cukup untuk menjadi
alasan supaya tinggal di sana dalam waktu yang lama.
Namun, di balik semua itu, sebagai Ibu Kota Kecamatan Mollo Tengah, Desa Binaus menyimpan banyak keterbatasan dalam hal pembangunan. Sebagai bagian dari Kecamatan yang baru otonom di tahun 2007 (sebelumnya menjadi bagian dari Kecamatan Mollo Selatan), keterbatasan tersebut terlihat dari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, misalnya dalam aspek kesehatan. Persoalan tersebut semakin kompleks mengingat paradigma pembangunan di negeri ini, umumnya adalah generalisasi. Satu pendekatan untuk berbagai konteks, yang bergerak dari pusat ke daerah. Keberagaman dan kekhasan lokal kurang mendapat tempat untuk menjadi konsideran. Dan di sinilah persoalannya ketika pendekatan umum tadi bertemu dan bersentuhan dengan nilai dan keyakinan lokal. Tidak menutup kemungkinan konflik dapat lahir dari situ.
Namun, di balik semua itu, sebagai Ibu Kota Kecamatan Mollo Tengah, Desa Binaus menyimpan banyak keterbatasan dalam hal pembangunan. Sebagai bagian dari Kecamatan yang baru otonom di tahun 2007 (sebelumnya menjadi bagian dari Kecamatan Mollo Selatan), keterbatasan tersebut terlihat dari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, misalnya dalam aspek kesehatan. Persoalan tersebut semakin kompleks mengingat paradigma pembangunan di negeri ini, umumnya adalah generalisasi. Satu pendekatan untuk berbagai konteks, yang bergerak dari pusat ke daerah. Keberagaman dan kekhasan lokal kurang mendapat tempat untuk menjadi konsideran. Dan di sinilah persoalannya ketika pendekatan umum tadi bertemu dan bersentuhan dengan nilai dan keyakinan lokal. Tidak menutup kemungkinan konflik dapat lahir dari situ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar