Judul
|
:
|
Pasola
|
Penulis
|
:
|
Drs. Munanjar Widyatmika &
Prof. Dr. Hudiono
|
Penerbit
|
:
|
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
|
Tahun Cetak
|
:
|
2013
|
Halaman
|
:
|
182
|
ISBN
|
:
|
978-602-17497-3-9
|
Harga
|
:
|
NFS
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Dalam kosmologi Sumba, ada oposisi
bipolar yang menempatkan segala hal dalam posisi berlawanan: panas-dingin,
lelaki-perempuan, sakral-profan, banar-salah, dan seterusnya. Sebagai contoh:
langit, sungai, air hujan, cangkul dan tugal dianggap mewakili unsur lelaki
yang panas. Bumi, lahan, bibit tanaman, dan lubang tanam mewakili unsur wanita
dan bersifat dingin. Bertani dianalogikan dengan konsep perkawinan dimana dua
unsur yang bertentangan tetapi saling diperlukan yakni laki-laki dan perempuan
disatukan. Bertani adalah proses penyatuan itu. Sebagai kegiatan yang akan
menghasilkan kehidupan baru, bertani, sebagaimana perkawinan adalah sesuatu
yang sakral. Penuh dengan aturan adat yang mengatur hubungan manusia dengan marapu.
Pasola yang menjadi pokok pembicaraan buku
ini adalah suatu etnografi tentang rangkaian upacara untuk meminta berkah
kesuburan lahan pertanian pada para leluhur atau marapu. Dengan runtut,
Widiyatmika bertutur mengenai siapa orang Sumba dan bagaimana mereka bisa
menjadi seperti sekarang. Melalui data sejarah, bahasa dan arkeologi,
Widiyatmika menancapkan argumentasi mengenai asal usul orang Sumba yang
kemungkinan berasal dari bagian barat Indonesia khususnya Melayu. Meskipun
demikian, dengan keluasan referensinya, Widiyatmika dapat menjelaskan pada saya
mengenai aneka ras yang mengaliri darah orang Sumba sekarang, termasuk posisi
budaya dan ras Melanesia di Sumba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar