Judul
|
:
|
Kesenian
Caci Nusa Tenggara Timur
|
Penulis
|
:
|
Prof. Dr. I Made Suastika, S. U,
dkk
|
Penerbit
|
:
|
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
|
Tahun Cetak
|
:
|
2012
|
Halaman
|
:
|
22
|
ISBN
|
:
|
978-602-7961-00-5
|
Harga
|
:
|
NFS
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Caci
merupakan kesenian tradisional masyarakat Manggarai. Secara harfiah, caci
berarti satu lawan satu, saling memukul dan menangkis. Permainan ini dilakukan
oleh dua kubu. Kubu bukan dimaknai sebagai lawan, melainkan teman bertanding.
Ini dikarenakan esensi caci adalah menguatkan semangat kekeluargaan. Permainan
caci menjadi wujud ungkapan syukur masyarakat Manggarai. Biasanya digelar di
depan rumah adat dan menjadi bagian dalam upacara seperti perkawinan,
pentahbisan imam, penyambutan tamu kehormatan, atau peringatan hari
kemerdekaan. Untuk menggelar permainan caci, masyarakat melakukan beberapa
ritual diantaranya penti yang dilakukan di sawah dan mata air yang ada di desa
tersebut. Permainan ini dilakukan dihalaman terbuka (Natas) karena jumlahnya
puluhan ditambah penonton. Di sela permainan, para tua adat baik laki atau
perempuan menari (danding) dan bernyanyi (mbata) dengan membentuk lingkaran.
Instrumen yang digunakan untuk mengiringi permainan adalah nggong/gong dan
tambur tembong/gendang. Peralatan yang digunakan oleh pemain caci antara lain
nggiling/perisai (memiliki makna sebagai batas dunia), agang (digunakan untuk
menangkis), larik/cemeti/cambuk (diibaratkan sebagai halilintar atau kilat).
Kelengkapan kostum yang digunakan diantaranya panggal (sebagai pelindung
kepala), nggorong/giring-giring (fungsinya menambah kegagahan pemain), lipa
songke/kain songke (dipakai hanya sebatas lutut), tubi rapa (sebagai pelindung
wajah), selendang yang diikat dipinggang, ndeki (sebagai pelindung punggung).
Nilai yang terkandung dari kesenian caci diantaranya nilai ketuhanan,
kebersamaan, disiplin, kelembutan, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar