Jumat, 04 September 2020

Dari Berburu ke Internet: Lompatan Budaya Masyarakat Alor

Judul
:
Dari Berburu ke Internet: Lompatan Budaya Masyarakat Alor
Penulis
:
Sastri Sunarti
Penerbit
:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun Cetak
:
2018
Halaman
:
45
ISBN
:
978-602-437-427-3
Sumber
:
Download
:


Pada masa lalu nenek moyang orang Alor menyebut pulau mereka dengan nama Malua. Nama tersebut digunakan dalam cerita-cerita lisan atau sejarah lisan Pulau Alor. Konon, nenek moyang suku-suku yang terdapat di Alor datang dari berbagai tempat, salah satunya adalah suku Tanglapui dari Alor Timur. Mereka menyebutkan, dalam cerita lisannya, bahwa nenek moyang mereka berasal dari Pulau Timor yang berlayar ke Pulau Malua dengan menaiki perahu. Hingga kini masyarakat Tanglapui masih meyakini bahwa perahu nenek moyang mereka masih tersisa bangkainya dan sudah menjadi batu di wilayah dataran tinggi Tanglapui, tepatnya di Desa Lankoli.

Selain Pulau Malua, pada masa lalu juga dikenal nama Galiau sebagai nama lain untuk Pulau Pantar. Pulau Galiau, atau sekarang Pantar, merupakan pulau terbesar kedua di Kabupaten Alor. Pulau Pantar terletak di sebelah barat Pulau Alor. Selain kedua pulau besar tersebut, Kabupaten Alor juga memiliki beberapa pulau kecil lainnya, seperti Pulau Pura, Pulau Ternate, Pulau Buaya (Nuha Beng), Pulau Kepa, Pulau Tereweng, Pulau Kangge, dan Pulau Rusa. Pulau yang terakhir dinamai demikian karena di pulau itu masih banyak ditemukan rusa yang menjadi binatang favorit masyarakat tradisional Alor untuk diburu.

Hampir semua pulau yang disebutkan sebelumnya memiliki titik-titik (spot) untuk menyelam. Tempat-tempat tersebut memiliki keindahan pemandangan, baik berupa terumbu karang, pantai, pasir putih maupun aneka ikan yang berwarna-warni dan dapat dilihat dengan mudah dari permukaan karena kejernihan air lautnya. Di dermaga Pantai Munaseli, Pantar misalnya, kita masih dapat dengan jelas menyaksikan bintang laut yang bersembunyi di tengah rumpun rumput laut. Demikian pula di Dermaga Alor Kecil, ikan–ikan kecil berenang di pinggir dermaga dan dapat disaksikan dengan mata telanjang. Titik-titik untuk menyelam di dalam atau di permukaan (snorkeling) bagi para pecinta olahraga bawah laut terdapat di banyak tempat, seperti di Pantai Sebanjar Alor Besar, Pulau Kepa, Pulau Ternate, Pulau Pura, Pulau Tereweng, Pulau Sikka, Liang Lolong, dan Java Tena. Penyelam dari dalam dan luar Indonesia menjadi pelanggan tempat-tempat tersebut.

Berbagai cerita mengenai keindahan bawah laut Pulau Alor sudah menjadi buah bibir bagi para penyelam mancanegara. Tidak hanya keindahannya yang membuatnya terkenal, tetapi juga kisah-kisah mistis mengenai bawah laut Alor juga ikut mewarnai pengalaman para penyelam di Pulau Alor. Salah satu contoh adalah kejadian mistis yang dialami para penyelam di sana, seperti kisah penyelam dari Australia di Pulau Kepa.

“Penyelam dorang bacarita kepada kita. Di bawah laut sana dorang bertemu satu taman yang sangat indah. Di bawah laut Pulau Kepa ada satu taman yang dikelilingi pagar. Di balik itu pagar ada anak tangga yang sepertinya bisa dinaiki, tetapi tiap kali itu penyelam mau masok ke dalam taman, pagarnya selalu bergerak dan menjauh dari itu penyelam. Dorang lihat ada banyak ikan bagus berupa warna berenang di dalam itu taman. Ikan-ikan yang belum pernah dorang jumpa di tempat laen. Ajaib, pagarnya bergerak. Dorang akhirnya naik kembali ke permukaan karena merasa takut dan heran.”

Demikian sebuah kisah mistis di bawah laut Pulau Kepa yang pernah dituturkan oleh Bapak Sere. Beliau adalah seorang pawang ritual Pou Hari yang selalu dilaksanakan di Pulau Kepa untuk menghormati makhluk bawah laut yang masih diyakini oleh suku Manglolong, Alor Kecil. Lokasi Alor Kecil dan Pulau Kepa saling berhadapan. Jika kita menyeberang dari Alor Kecil ke Pulau Kepa, perjalanan dapat ditempuh dalam waktu sepuluh menit dengan perahu motor dari dermaga Alor Kecil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...