Judul
|
:
|
Sejarah Kota Kalabahi Kabupaten Alor
Propinsi Nusa Tenggara Timur
|
Penulis
|
:
|
I Made Sumarja, I Wayan Sudarma &
Hartono
|
Penerbit
|
:
|
BPNB Bali
|
Tahun Cetak
|
:
|
2019
|
Halaman
|
:
|
228
|
ISBN
|
:
|
978-602-356-272-5
|
Harga
|
:
|
NFS
|
Status
|
:
|
Kosong
|
Alor menjadi salah satu perhatian
berbagai bangsa penjajah karena memiliki berbagai potensi. Sejak tahun 1512
pedagang Portugis telah melakukan pelayaran mengelilingi Kepulauan Alor, untuk
berdagang. Beberapa abad kemudian muncul perselisihan antara Portugis dan
Belanda sehingga diadakan perjanjian Dili tahun 1851 dimana Portugis
menyerahkan Pulau Flores ke tangan Belanda, kemudian pada tahun 1859 (20 April)
didakan perjanjian Lisabon. Dikeluarkannya perjanjian tersebut menyebabkan
Kepulauan Alor menjadi kekuasaan pemerintah Belanda. Kekuasaan Belanda berakhir
dengan datangnya pasukan Jepang diperkirakan tahun 1942-1943. Terbentuknya Kota
Kalabahi tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi misalnya dalam
bidang sosial budaya, ekonomi dan tata ruang, sehingga Alor menjadi sebuah kota
yang cukup maju di Nusa Tenggara Timur. Dampak modernisasi sebenarnya memiliki
dua sisi yang sangat berbeda, yakni positif dan negatif. Dampak positif yang
dirasakan masyarakat setempat adalah ketika beberapa jenis budaya lokal yang
dirasakan penerapannya sangat memberatkan pemberlakuannya dengan munculnya
ide-ide baru merevisi ketentuan yang dianggap mengikat menjadi ringan. Dampak
negatif yang mungkin terjadi pada budaya masyarakat Alor adalah pengaruh budaya
luar dalam bentuk etika sopan santun, baik etika dalam berpakaian maupun dalam
bertegur sapa. Pulau Alor yang memiliki luas 2864,64km2 terdiri dari 17
kecamatan. Dilihat dari perkembangannya, pembangunan di Kab. Alor khususnya
Kota Kalabahi tergolong sangat cepat.
Kenapa tidak lengkap sejarahnya, sebenrnya harus cerita kenapa dinamakan Kalabahi, dan mbgapa pusat kota dipindah dari Alor kecil ke yg saat ini.
BalasHapus